Selasa, 30 Desember 2014

Ah Kamu..

Setelah tiga bulan menunda pertemuan dengan Jonah, akhirnya aku kehabisan alasan untuk menolak. Disamping itu ada rasa penasaran untuk melihat lelaki yang sudah setahun ini menjadi salah satu teman chattingku di FB ini. Perbincangan kita selalu menarik. Pengetahuannya luas dan dia tampak seperti pria yang senang membaca, kualitas yang jarang aku temui di diri para pria Afrika ini. Hanya foto yang beberapa hari ini dia kirimkan lewat MMS tidak begitu meyakinkan.

Berbicara dengan seseorang selama setahun tanpa sekali pun melihat wajahnya di kamera membuatmu perlahan menciptakan citra wajah yang kau inginkan. Lewat foto yang mereka pasang di FB, dengan sedikit keterangan hidup yang mereka paparkan, kita mulai menciptakan sosok yang sesuai dengan gambaran benak kita. Dan itu lah yang selalu digunakan oleh para pria Afrika dalam mencari target sasaran mereka. Apabila cara beroperasi mereka adalah dengan menggunakan kekuatan sosial media, maka mereka akan memasang foto pria tampan mapan berkulit putih. Mengapa kulit putih? Karena orang Asia entah mengapa secara budaya lebih mempercayai pria atau pun wanita berkulit putih. Ada harapan masa depan yang indah dan cerah apabila ada pria kaukasia mendekati perempuan kita. Terbayang indahnya kehidupan di Eropa atau Amerika, bahagianya hidup dalam dekapan romantisme pria kulit putih seperti yang sering kita tonton di film-film Hollywood. Anak-anak turun kita yang pasti akan cantik dan tampan luar biasa, seperti anak-anak indo yang kita tonton di TV, yang sukses menjadi bintang di semua yang hendak mereka lakukan. Mimpi, itu yang mereka permainkan. Emosi, itu yang mereka andalkan. Para lelaki ini bak binatang pemangsa yang sangat pandai mengendus kelemahan targetnya. Hanya dengan memandang foto kita saja, mereka bisa menceritakan dengan gamblang apa yang ada dalam kehidupan kita, apakah kita bisa mereka jadikan target dan kemudian memberikan banyak uang untuk mereka. Dalam marahnya di kemudian hari, Jonah sering berkata bahwa semua yang mereka lakukan adalah bentuk balas dendam atas kejahatan yang sudah dilakukan oleh dunia pada benua mereka. Keserakahan yang mendorong dunia mengeksploitasi benuanya, merusak manusia di dalamnya dan juga alam sekitarnya. Karena itulah, kami punya hak untuk bergerak dan membalas, memanfaatkan kalian untuk kehidupan kami sendiri.

Dalam kesempatan lain, seorang pria Afrika berkata bahwa mereka terpaksa melakukan semua ini karena rasialisme yang masih begitu kental di Asia. Tidak ada pekerjaan untuk mereka di Asia ini. Kebanyakan dari mereka yang keluar dari Afrika bukanlah orang-orang terpelajar, mereka keluar mencari penghidupan, mencari pekerjaan yang bisa mereka lakukan untuk menghidupi keluarganya di rumah. Tapi di Asia tidak ada pekerjaan. Orang Asia selalu jijik memandang mereka. Seolah mereka barang kotor yang tidak berguna.

“So please don’t blame my brothers, Sweety. They are just doing what they can do to survive. We spent quite a lot of money to come all the way here. We have to go back with something. So please don’t curse them.” Demikian katanya padaku.

Semula aku meyakini alasan kedua, memang benar, aku menyaksikan sendiri bagaimana bangsaku memperlakukan para kulit hitam ini. Mulai dari cara mereka membicarakannya, memandang dan bahkan memperlakukan mereka. Sering kali aku malu dengan apa yang aku lihat. Bangsaku terkenal sebagai bangsa yang ramah, bangsa yang penuh sopan santun tapi rupanya hanya kepada kulit tertentu saja. Aku masih ingat betapa sulit masa kecilku, yang selalu dibully dan dihina hanya karena kulitku yang tergolong hitam untuk kebanyakan perempuan jawa. Aku juga masih ingat bagaimana mantan mertuaku selalu berkata bahwa aku beruntung memiliki suami yang berkuit putih, sehingga anak-anakku tidak hitam seperti ibunya, perbaikan keturunan itu istilah yang sering kita gunakan. Seolah anak yang hitam bukanlah keturunan yang baik, seolah anak yang berkulit terang adalah segala kebaikan.

Dalam kehidupan masa dewasaku pun aku menemukan begitu banyak kisah memilukan perlakukan bangsa kita terhadap saudara-saudara yang berbeda warna ini. Salah satu teman Afrika-ku pernah bercerita bagaimana dia berenang di sebuah hotel bintang lima di Jakarta, dan semua orang di sana menyingkir karena melihatnya masuk ke air. Betapa mata selalu memandang ke arah mereka, dan bahkan sering kali Jonah disentuh kulitnya dan digosok karena orang mengira hitamnya adalah daki yang begitu tebal karena mereka begitu jorok. Secara bercanda teman-temankku sering berkata, “Aku gak keberatan dengan kulit hitam, asal setampan Will Smith atau sehebat Denzel Washington.” Sering kali aku berkerut mendengarnya, bagaimana mungkin kalian memberikan syarat pada manusia. Tidak keberatankah kalian apabila mereka juga memberikan standar yang sama pada diri kita? Bahwa mereka hanya mau berbicara dengan kita asal kita secantik Siti Nurhaliza? Berapa banyak dari kita yang seberuntung itu? Yang  berwajah cantik dan berotak hebat? Meski sering kali aku dibuat kagum dengan kepintaran, kecerdasan dan kemampuan adaptasi teman-teman Afrika ini.

Namun makin aku menyelami apa yang terjadi, makin aku menyadari bahwa Jonah benar. Ini bukan tentang tidak ada pilihan. Dalam hidup pilihan selalu ada. TUHAN selalu menyediakan pilihan itu untuk semua umat-NYA. Mereka sudah membuat pilihan, mereka merasa menjadi korban besar rasialisme dan karenanya beranggapan bahwa mereka berhak melakukan apa pun. Ini khas psikologi seorang korban. Meski mereka tampak garang dan kuat, tapi jauh di dalam hatinya mereka hanya jiwa-jiwa rapuh yang marah.

Kembali ke gambar emosional kita tentang pria yang kita ajak chatting di FB. Banyak dari perempuan Indonesia yang menjadi korban penipuan cinta para pria Afrika ini. Dengan menggunakan rayuan yang bahkan bukan tingkat Don Juan, tidak perlu, para perempuan kita haus akan perhatian, kurasa aku sudah menyebutkan itu di depan. Dari sana impian kita dijalin, gambar emosional kita diperkuat. Impian dan harapan, kerinduan kita akan sosok yang secara logika tidak akan mungkin kita dapatkan di dunia nyata makin memperkuat keyakinan semu kita akan sosok ini. TUHAN sudah menjawab doa kita.. Akhirnya, kita dipertemukan oleh sosok yang sudah lama kita impikan. Duka dan derita kita selama ini akan segera terbayarkan. Kenapa kita? Karena kita berhak mendapatkan kebahagiaan, karena kita sudah berbuat baik, karena kita sudah begitu pasrah, karena kita sudah bersabar, tidak seperti perempuan lain, tidak seperti orang lain. Keserakahan dan sikap korban kita akhirnya mendorong kita untuk  masuk ke dalam perangkapnya, para pria ini mengendus impian kita. Mereka sudah punya pola dan cara, persis seperti bagaimana para pelatih MLM (Multi Level Marketing) mengajarkan langkah-langkah sukses mendapatkan klien, demikian pula para penjerat cinta dan uang di dunia maya ini. Ada langkah-langkah standar yang harus mereka ikuti guna menjerat perempuan-perempuan kesepian di dunia maya ini. Dan bak penjual dari pintu ke pintu, dari begitu banyak perempuan yang mereka jerat, pasti ada satu atau dua orang yang terjerat dan memberikan penghasilan untuk mereka.

Kembali ke Jonah, wajah dan suaranya sudah begitu melekat di benakku dan menimbulkan gambar emosional tertentu namun foto yang dia kirimkan kurang meyakinkan. Ada sedikit kecewa melihatnya tapi seperti paparanku sebelumnya, gambar emosional itu begitu kuat. Aku yakin Jonah tampak seperti yang aku bayangkan, lelaki cerdas dan lembut. Lucu, jenaka dan tampan luar biasa.. Mirip-mirip Will Smith lah J Itu membuatku makin penasaran tapi aku juga tidak ingin terkesan terlalu bersemangat, tidak, bukan begitu caranya, Jonah harus juga ingin bahkan lebih ingin dariku untuk menemuiku, Jonah harus lebih penasaran, harus lebih ingin.. kurasa tiga bulan sudah cukup..

Untuk kesekian kalinya Jonah menghubungiku lewat telepon menanyakan waktuku untuk bertemu.

Jonah               : Hi Baby, what’s up? How are you this morning?

Me                   : Hi, Jonah. I am fine. How are you today?

Jonah               : I am fine, Baby. I just got back from Bangkok and been looking forward to meet you. When do you have time to see me, Baby? I know you are busy, but maybe we can just sit and have our self a cup of coffee.

Me                  : Ha ha, Jonah, you are right. I don’t want to sounds like I am playing hard to get. I do have small gap of time this afternoon. I will be at Sarinah area to wait for my next meeting time. For that I will have about 2 hours time to spend. Is that ok with you?

Jonah               : What time to be exact?

Me                  : Around 5pm? I will have another meeting by 7pm at one hotel near that area so maybe we can meet at Starbuck?

Jonah               : That will be perfect, Baby. I am so exited to meet you after a long time. I be there by 5pm. Have a nice day, Baby.

Me                  : You too, Jonah. I am looking forward to meet you too.

...

Jam menunjukkan pukul 5 sore tepat saat sesosok pria kulit hitam masuk ke Starbuck tempatku duduk. Lelaki ini tampak sangat rapi, dengan baju dan celana kain hitam, lengan panjangnya ditekuk sampai ke lengan. Sepatunya tampak tersemir rapi, rambut dipotong hampir gundul, mata ramah dan wajah tenang, dia berjalan dengan perlahan dan penuh percaya diri ke dalam ruangan yang segera menoleh dan memandang sosoknya dengan penuh rasa ingin tahu. Wow, ini Jonah yang sudah lama aku banyangkan, dan lelaki ini jauh lebih tampan dari apa yang ada dalam bayanganku. Dia tepat waktu! Ini juga sesuatu yang baru bagiku, biasanya pria Afrika akan terlambat setidaknya 1 jam dari waktu yang dijanjikan. Tidak ada pria Afrika yang pernah datang tepat waktu seperti ini.

Hmmmm...

Jonah menjabat tanganku dengan hangat namun percaya diri. Ada sorot ragu di matanya yang terpancar hangat dan ramah. Mata Jonah menyiratkan lelaki yang lembut dan inosen. Badannya tegap, tidak gemuk namun juga tidak kurus. Dia memandangku dengan lembut dan suaranya terdengar utuh, persis seperti suara penyanyi R&B yang sering kita dengar di TV, sosoknya sangat tinggi bagiku, dengan sepati but hak 9 cmku aku hanya sampai ke dadanya. Oh Tuhan, lelaki ini sangat tampan.. Jantungku berdetak keras, mataku berbinar menandakan kebahagiaan dan kekaguman. Meski aku menjabat tangannya dengan lembut dan tenang tapi hatiku melompat-lompat gembira.. Aku menemukannya!! Lelaki idamanku berdiri tepat di depanku!!!

Kami duduk berhadapan, Jonah menawarkan untuk membelikanku segelas kopi. Hmmmm, nilai dua untuk lelaki ini. Kebanyakan lelaki Afrika tidak akan mau mengeluarkan uang untuk pertemuan pertama, kecuali jika pertemuan itu sudah dipastikan akan berakhir di tempat tidur atau apabila perempuan yang dia temui adalah calon korban untuk bisnis mereka. Yang pertama sudah jelas, membelikan makan dan minum adalah termasuk paket untuk kesenangan seksual. Toh seksnya sudah gratis, tidak masalah mengeluarkan sedikit uang untuk makan malam dan taksi juga hotel. Yang kedua, sangat penting untuk menunjukkan pada calon korban bahwa kau pria berduit. Karena seorang investor pasti punya banyak duit dan akan sangat aneh apabila sang investor bahkan tidak mampu membayar kopi di starbuck.

Lelaki ini kurasa tidak melihatku sebagai calon korban, karena sejak awal dia tahu aku bukan perempuan kaya. Aku juga menutup jaringan teman-temanku di FB agar lelaki ini tidak tahu teman-teman seperti apa yang aku miliki di sana. Baginya aku hanya aku, perempuan sederhana yang hidup dari gaji ke gaji. Atau mungkin semula dia berharap dia menemukan calon korban, tapi melihat penampilan sederhanaku dia kecewa, mungkin itu kenapa tatapan matanya tampak terkejut dan ragu. Bagaimana pun, sikapnya yang menawarkan membayar kopiku adalah nilai tersendiri bagiku.

Selama dua jam perbincangan kami berjalan dengan lancar. Jonah terus memandangku dengan lekat. Tangannya disimpan dengan sopan di atas kedua kakinya. Dia duduk tegap, berbicara dengan bahasa Inggris yang jelas dan suara yang tegas. Kami berbicara tentang banyak hal. Tentang perjalanannya ke Bangkok, tentang pengalamannya datang ke Indonesia untuk kali pertama, tentang kesannya tentang negaraku ini, tentang semua kecuali seks. Itu normal katamu? Sebenarnya tidak, pengalamanku berinteraksi dengan Afrika, mereka akan merasa sudah begitu akrab dengan kita hanya karena kita sudah chatting selama beberapa waktu. Beberapa waktu itu bahkan bukan hitungan bulan tapi kali... Mereka begitu yakin akan kemampuan mereka di atas ranjang, sehingga sangat penting untuk membuat perempuan ini merasakannya. Dalam bahasa  mereka, “Baby, the moment you feel me and I feel you, it is a token of intimacy. It is like a declaration of love between you and I.” Ha ha ha..

Tapi lelaki ini berbeda, dia terus memandangku lekat-lekat. Ada sorotan heran dan ragu di matanya, tapi dia terus menatapku lekat. Membuat wajahku memerah. Aku yang sudah terbiasa dengan bujuk rayu para lelaki penggoda berkulit hitam ini merasa jengah dengan kecerdasan, ketampanan dan pandangan matanya yang lembut menusuk. Dua jam berlalu dengan cepat dan kami berjanji untuk bertemu kembali minggu depan di Starbcuk yang lain, karena hari itu aku ada pertemuan di blok M sehingga lebih mudah bagiku untuk bertemu dia di sana. Jonah menyanggupi. Ah, anganku melayang membayangkan pertemuan kedua kami yang akan lebih private, karena hanya kami berdua tanpa teman-temanku yang kebetulan ada di stabuck untuk menantikan pertemuan kami.

Malamnya, Jonah mengirim pesan singkat ke teleponku. Lelaki ini benar-benar unik. Dia tidak memakai BBM, tidak memakai YM, dan lebih memilih menelepon atau mengirim SMS. Lebih privat katanya, dia lebih suka menelepon dan mendengar suaraku langsung, karena suaraku indah aaaaaahhhhhhh... meleleh hati perempuan baja ini.

“Hi, Baby.. I was so happy to see you today. You look as beautiful as I thought you would be. Even more. Thank you ya.”

“Hi, Jonah.. you too.. I am also very happy to see you. You too look so handsome. Even much better than your picture. And I love the conversation that we had. I also appreciate your kind gesture by not touching nor talking naughty with me. That was such refreshing.”

“Ha ha ha.. how can I do such thing, Baby. I respect you. You seems to be such a nice lady, how can I do such thing to you. I cannot wait to see you again, Baby. Meanwhile, please take care of your self. If I may, I want to call to kiss you good night.”

“Sure, Jonah. I am home and not actually doing anything right now. I am preparing my self to sleep. I have to sleep by 11.30 or else I am going to have difficulty to sleep.”

Lalu teleponku berdering..

“Hi, Baby..”

Oh hatiku melayang..

Ini adalah awal rutinitas kami untuk saling menelepon saat Jonah sudah tiba di rumah. Di masa awal pertemuan kami, aku tidak tahu bisnis apa yang dia kerjakan, meski aku punya dugaan tapi seperti biasa, aku tidak suka berasumsi, aku biarkan Jonah merasa aman dan nyaman denganku dan kemudian mengungkapkan apa yang dia kerjakan di sini. Bagiku pertemuan pertama ini sangat mengesankan. Dan hatiku melayang.. Malam itu aku tertidur dengan senyum mengembang..


Tuhan, terima kasih..

Senin, 29 Desember 2014

Kelukaan 1

Udara di dalam kamar ukuran 3X5 ku terasa dingin. AC di ujung ruangan berhembus kencang. Apartemen dua kamarku ini memang hanya menggunakan satu AC jadi meski kedinginan, aku tidak bisa mematikan AC karena anak-anak di kamar sebelah akan kepanasan. Aku tarik lagi selimutku sembari meniupkan kecupan selamat malam ke kekasihku yang berbaring lelah di kamarnya sendiri. “I love you, Baby.. Have a nice rest..”

Waktu sudah menunjukkan pukul 5.45 pagi, namun aku tidak ada janji apa pun di pagi Natal ini, setelah kemarin seharian berkutat dengan persiapan misa malam natal di gereja, kurasa hari ini aku bisa agak bermalas-malasan sedikit. Aku tarik lagi selimutku dan bersiap kembali berenang ke alam mimpi.. tiba-tiba Bbku berbunyi, tanda ada BBM masuk. Hmm siapakah yang mengirimkan pesan sepagi ini? Biasanya Pendetaku yang mengirimkan BBM untuk memberitahukan sesuatu. Dengan malas aku ambil BB-ku dan membuka pesan di dalamnya.

Oh ternyata dari perempuan yang pernah menjadi pacar gelap Jonah.

“Apa kabar, Kak? Selamat Natal.”

“Hi, Dik. Terima kasih, selamat natal untukmu juga.”

“Aduh, aku suka pp (picture profile) kakak, cantik..”

“Awww, terima kasih.”

“Kak, aku sudah baca kisah kakak di blog dan aku jadi  malu dan menyesal. Aku mau minta maaf. Kakak sungguh baik dan penuh kasih dengan Jonah, aku merasa sangat bersalah.”

“Oh, terima kasih tapi itu kan sudah berlalu, aku gak tahu apa aku pantas mendapatkan maafmu.”

“Kakak, dia beruntung bertemu dan mendapatkan cinta kakak. Kakak sangat baik dan penuh perhatian. Kakak benar-benar mencintai dia. Kak, boleh aku cerita?”

“Tentu, Dik. Silakan.”

“Aku sebenarnya gak mau cerita tapi aku terharu membaca kisah kakak dengan dia. Aku gak tahu apa kisahku ini lebih sedih dibanding kisah kakak. Tapi aku cuma ingin cerita.”

“Silakan Dik, biar jadi lega.”

“Kakak, kapan kakak ketemu Jonah?”

“Tiga tahun lalu, sekitar tahun 2005 bulan November. Tapi kami baru pacaran Januari 2006. Kenapa?”

“Tuhan, berarti saat denganku, dia sudah mengenal kakak (hmm pernyataan yang aneh, bukankah itu sudah kita ketahui berdua?). Maafkan aku ya Kak, sebenarnya saat aku mencoba menghubungi kakak dulu, aku sedang dalam keadaan hamil 4 bulan. Setiap kali aku memeriksa ponsel dia, aku sangat terluka melihat foto kakak sementara fotoku sama sekali tidak ada. Dia menuliskan nama kakak dengan nama My Love sementara nomorku disimpan dengan nama lelaki.”

“Setiap kami bertengkar, dia selalu memuji-muji Kakak dan menyebut kakak sebagai perempuan yang baik dan bisa dia percaya. Kakak, aku memang hanya pelacur di bar jalanan tapi aku juga punya harga diri. Aku sangat mencintai Jonah dan menganggapnya lelaki yang baik, yang sangat perhatian dengan ketiga anak dari pernikahanku dulu. Dan aku sedang hamil anaknya. Tega sekali dia memuji perempuan lain dan menyebutnya sebagai perempuan terbaik. Siapakah aku di hadapannya? Hanya pelacur bayaran? Sumpah aku tidak pernah menerima uang dia, Kak. Hanya sesekali jika ada uang, Jonah akan memberiku sedikit uang untuk membeli susu dan membayar uang sekolah anak-anak.”

“Semua temannya tahu aku kekasihnya, Kak. Setiap dia datang ke bar tempatku bekerja, dia selalu mengumumkan bahwa aku kekasihnya sehingga tidak ada lelaki sebangsanya yang berani menyentuh atau menggangguku. Aku merasa bangga, Kak.”

“Karena itu dulu aku memberanikan diri untuk menghubungi Kakak. Aku ingin Kakak tahu tentang kami dan meninggalkan kami berdua. Sudah lama aku mengambil nomor telepon kakak dari ponsel Jonah tapi aku tidak berani menghubungi Kakak. Aku hanya menyimpannya saja.”

Nafasku sesak. Hatiku tercekat. Mengapa perempuan ini tiba-tiba ingin membagikan kisahnya denganku? Apa yang sedang dia rasakan? Apa yang dia bayangkan? Jika dia berteriak tentang kesakitan dan kelukaan, tidakkah dia juga memahami bahwa aku pun mengalami sakit yang sama? Bahwa di saat yang bersamaan, dulu, aku harus menelan pil pahit menyadari bahwa lelaki yang aku hormati telah menduakanku dengan perempuan yang bahkan tidak berada di kedudukanku sekarang. Dan aku diam saja, terus menyebut nama TUHAN dan membiarkan perempuan ini mengeluarkan uneg-unegnya.

“Akhirnya aku memberanikan diri untuk menghubungi kakak lewat whatsapp tapi Kakak tidak merespon. Saat akhirnya kakak merespon, aku sangat takut dan malu karena Kakak berbicara denganku dengan penuh kelembutan. Kakak tidak memaki atau mengancamku. Kakak memberiku wejangan dan memberiku tuntunan. Kakak begitu santun dan begitu lembut, begitu sangat mencintai Jonah. Dan aku merasa sangat malu.”

“Satu jam setelah kita bertukar kata di WA, Jonah meneleponku dengan sangat marah. Dia bertanya kenapa aku menghubungi Kakak, istrinya. Dia mengatakan bahwa apa pun yang terjadi, dia tidak akan meninggalkan Kakak. Karena hanya Kakak yang dia percayai di negara ini dan bodoh apa bila dia meninggalkan Kakak demi perempuan seperti aku. Duh, rasanya runtuh duniaku, Kak.”

“Akhirnya aku memutuskan untuk menggugurkan kandunganku. Aku tidak mau mempertahankan anak di saat hubungan kami ternyata tidak punya masa depan. Aku tidak mau harus menanggung anak lagi, anakku sendiri sudah banyak, Kak. Aku menggugurkannya secara diam-diam tapi salah satu temanku memberitahu Jonah tentang hal ini dan Jonah sangat amat marah. Dia mendatangiku, memaki dan memukulku. Sambil marah dia melemparkan uang 3 juta ke mukaku dan memintaku untuk tidak pernah menghubunginya lagi karena aku telah membunuh anaknya. Tiga juta! Mana cukup, Kak! Dana pengguguran kandunganku yang sudah 4 bulan mencapai 10 juta! Ah biarlah.”

Aku makin tercekat.. Tuhanku, sampai hari ini aku terus berdoa agar Engkau menganugerahiku seorang anak, agar bisa kupersembahkan kepada-Mu. Agar bisa kuajarkan untuk setiap hari bermasmur bagi-Mu dan perempuan ini membunuh anaknya hanya karena cemburu..

“Kenapa kau gugurkan? Andaikan saat itu kau teruskan kehamilanmu lalu kau serahkan kepada kami, aku akan dengan senang hati memeliharanya. Dia adalah anak dari lelaki yang sangat aku cintai, dan karenanya dia juga adalah anakku. Jonah pernah bertanya, seandainya dia berbuat kesalahan dan membuat perempuan lain hamil, apakah aku sanggup mengurus anaknya? Dan aku sudah berkata, ya. Bagiku anak adalah anak dan aku sangat bahagia menjadi ibu.”

“Benarkah, Kak? Oh sunggung mulia hatimu. Anak itu lelaki, Kak. Setiap aku datang ke kuburannya aku menangis dan memohon ampun. Aku beri nama Jonah, Kak, seperti nama ayahnya.”

“Dik, ini bukan tentang Jonah. Kau telah melakukan sesuatu yang sangat salah. Kembalilah ke TUHAN dan mohon ampunan. Lepaskan marahmu dan maafkan kesalahan Jonah agar TUHAN bisa memaafkan kesalahanmu. Anakmu tidak berdosa dan dia tidak minta dijadikan, tapi kau telah membuatnya menanggung deritamu. Kau jadikan dia tumbal untuk menyakiti ayahnya meski dia tidak menganggung salah itu. Mohon ampunlah, Dik.”

“Entah apa aku bisa, Kak. Maaf aku jadi curhat.”

“Tiada hal kebetulan di dunia ini. TUHAN memang ingin aku mendengar ini. TUHAN ingin aku memahami siapa lelaki yang aku cintai juga TUHAN ingin aku membantumu bernapas lega. Aku cuma berharap kau bisa lebih bijak dan kembali ke TUHAN.”

Sepanjang pagi aku cuma bisa terdiam. Semua cerita perempuan itu benar-benar menyesakkan dadaku. Perutku bergolak. Entah apa yang harus aku lakukan. Marahkah aku? Entahlah.

Jonah sering menyebutkan perempuan naif, perempuan rumahan yang tidak tahu kehidupan di jalan. Dia sering menasihatiku untuk tidak terlalu baik, untuk tidak selalu menganggap manusia baik karena tidak demikian adanya. Aku sering tidak bisa memahami kecurigaan Jonah pada apa pun yang terjadi di hidupnya. Tidak ada satu orang pun yang bisa mendapatkan kepercayaannya, baginya semua orang berpotensi berkhianat. Tidak terkecuali!!

Dan kali ini aku harus mengakui bahwa Jonah benar. Bukan, bukan bahwa semua orang tidak baik, tapi bahwa aku memang naif...

Aku sama sekali tidak menduga ada ibu yang tega membunuh anaknya hanya karena cemburu. Aku tahu sejak awal Jonah tidak akan mungkin menjanjikan sebuah pernikahan, tidak akan mungkin menjanjikan sebuah hubungan jangka panjang.. Lalu mengapa dia harus cemburu? Kenapa marah? Kenapa mengancam dan akhirnya membunuh? Bukankah selama mereka bersama, aku tidak pernah menyentuh mereka? Bukankah Jonah tidak pernah meminta dia untuk menggugurkan kandungannya?

Jika dia memang ingin mempertahankan Jonah, seharusnya dia tahu, pria Afrika tidak akan pernah meninggalkan anak-anak mereka. Dan perempuan yang memberikan anak selalu akan mendapat tempat istimewa. Itu sebabnya banyak perempuan Indonesia, terutama para pekerja seksual yang merelakan dirinya hamil. Dengan begitu dia akan menjadi peliharaan tetap para pria Afrika ini. Mereka tidak perlu lagi menjajakan tubuh dan akan mendapatkan uang jajan lumayan tiap bulannya. Juga dana untuk diberikan pada keluarga mereka di kampung. Mereka juga bisa ikut merasakan kehidupan “mewah” tiap malam, duduk di bar, minum bir dan memakai baju-baju bagus dengan biaya pria pemeliharanya ini. Sayangnya, banyak dari perempuan ini yang harus membayar mahal “kemewahan” ini. Sebagian besar dari mereka menjadi “tahanan rumah” sementara si lelaki meneruskan kebiasaan mereka untuk berburu perempuan.

Ketakutan akan kehilangan sumber penghasilan sering kali membuat perempuan-perempuan ini nekad. Mereka cenderung menjadi kasar pada perempuan lain yang mereka anggap ancaman. Tidak peduli siapa perempuan itu. Bahasa mereka hanya satu.. UANG. Ini sumber pendapatanku dan keluargaku, berani kau menyentuhnya, aku akan menghabisimu.. dan aku menghela napas sedih..

Tangisku perlahan turun..

Aku tidak tahu mengapa perempuan ini memutuskan untuk menceritakan kisah yang terjadi dua tahun lalu ini padaku. Sama sekali aku tidak bisa memikirkan alasan dibaliknya. Terutama saat dia tahu bahwa aku tahu tentang hubungan mereka berdua dan memutuskan untuk diam, tidak memukul (meminjam istilah perempuan ini). Tidak cukupkah baginya aku diam dan terluka, ataukah menurutnya aku tidak punya hak untuk menangis karena penderitaannya lebih dalam dari penderitaanku? Apakah tidak terpikir padanya betapa hancur hatiku mendengar kisah ini. Betapa sakit hatiku mendengar bagaimana kekasihku berbagi tubuhnya dengan perempuan lain, perempuan yang bahkan menjajakan tubuhnya untuk mencari makan. Aku tidak pernah punya masalah dengan para pekerja seksual dan menghormati mereka selayaknya manusia, tapi apakah kemudian membuatku pantas untuk dihina dan dinirmanusiakan?

Perutku mendadak mual, seperti biasa jika ada sesuatu yang menggangguku, penyakit magku langsung kambuh. Aku mual dan pusing berat. Badanku terasa ringan.. air mataku tidak berhenti turun. Aku gagal paham..

Sejak lama aku selalu curiga Jonah membawa perempuan itu ke kamar kami. Aku tahu perempuan ini masih terus mengubungi kekasihku untuk meminta uang. Aku tahu mereka masih berhubungan bahkan sampai tahun lalu. Tapi aku diam saja. Aku tahu aku tidak bisa berebut lelaki, bagiku semua manusia memiliki hak yang sama untuk bahagia. Aku tidak punya hak untuk berteriak dan memutuskan kebahagiaan perempuan lain. Aku tidak bisa berteriak dan menganggap diriku lebih pantas menerima kebahagiaan. Aku seperti perempuan lain tentu ingin menjadi yang utama, yang pertama, satu-satunya... Tapi hidup memang tidak sempurna, hidup memang tidak selalu seperti yang kita inginkan. Aku sudah diam saja. Aku biarkan alam yang bekerja, apabila memang perempuan itu lebih penting di mata Jonah, maka alam akan membawaku pergi, apabila aku lebih berharga di mata Jonah maka alam juga akan membawanya pergi. Tidak perlu aku turut campur, menyelidik, menerjang dan menyerang seperti yang dilakukan banyak perempuan di sekitar pria Afrika. Aku tidak membutuhkan bantuan finansial, bukan karena aku kaya tapi karena aku tahu aku mampu, aku tahu TUHAN akan selalu melindungi dan mencukupiku. Aku tidak perlu bergantung pada satu pria untuk itu. Dua anakku akan lebih berharga dan bermartabat apabila ibunya menggunakan dua tangannya dengan baik untuk mencari penghidupan yang disukai TUHAN. Dan aku sudah bekerja keras untuk itu. Aku tidak perlu takut ditinggalkan karena aku tahu TUHAN tidak akan pernah membiarkanku sendirian. Aku tahu aku bisa hidup sendiri dan cukup mampu untuk mandiri. Jadi tidak perlu bagiku untuk menyerang dan mempertahankan pelindungku. Tapi juga tidak membuatku merasa angkuh dan bisa melangkah pergi. Aku melakukannya dulu, pada mantan suamiku, pada kekasih-kekasihku dulu. Tapi sekarang tidak.Aku tidak menyerang tapi juga tidak pergi. Aku hanya diam dan belajar menyerahkan semua ke tangan TUHAN. Menyibukkan diriku lebih ke hal-hal yang aku tahu membangun diriku dan tidak menjadikan hubungaku sebagai pusat kehidupanku. Dan segalanya jadi lebih mudah. Aku tidak pergi, aku ada dan terus memberi tanpa aku tahu apa akhirnya nanti. Aku mencintai Jonah dan melayaninya selayaknya lelaki yang aku hormati dan aku cintai. Oh TUHAN, apa yang sedang terjadi.. hadiah Natal apa yang sedang KAU berikan  padaku?

Perempuan itu juga menyebutkan beberapa hadiah yang diberikan Jonah selama mereka bersama, salah satunya Blackberry yang dulu dia pakai. Dia juga mengaku menerima uang dari Jonah yang katanya untuk membiayai hidup anak-anaknya. Oh TUHAN, apa sebenarnya yang diinginkan perempuan ini? Untuk apa dia menyebutkan bahwa sampai beberapa bulan lalu pun Jonah masih menghubunginya dan memberi uang untuk anak-anaknya. Perempuan itu sempat bertanya mengapa aku tidak mau menikah saja dengan Jonah. Aku katakan bahwa pekerjaan yang dia kerjakan kini tidak bisa aku terima sebagai pekerjaan suamiku. Aku tidak bisa membiarkan anak-anakku dibiayai dengan uang yang tidak diperoleh dari jalan TUHAN. Aku tidak akan mampu menahan duka dan derita yang aku tahu akan terus aku rasakan selama dia masih di dalam permainan ini. Selama itu dia akan terus terlibat dengan perempuan dan alkohol, dua hal yang menjadi mimpi buruk bagi pernikahan mana pun. Aku nyatakan bahwa sampai hari ini aku hanya bisa berdoa, menanti TUHAN menjamah hati kekasihku dan membawanya ke perubahan. Aku tidak akan mampu mengubahnya, tidak akan mampu menyediakan jalan baginya untuk keluar. Jonah sudah sangat lama berada di permainan ini, dan sudah begitu nyaman dengan permainan ini, perlu kekuatan dan kemauan yang luar biasa kuat baginya untuk bisa keluar. Dan dalam semua kasus, keinginan ini selalu terdesak oleh kebutuhan keluarga mereka di Afrika. Kebutuhan yang tidak akan mungkin bisa dipenuhi dengan melakukan pekerjaan yang “normal”.

“Ah, Kakak. Jangan begitu dong, kan aku menerima uang dari dia, juga HP.”

“Ah aku kan sedang berbicara tentang diriku, Dik, bukan dirimu. Apa yang kau anggap baik, lakukan lah dan aku tahu Jonah akan dengan senang hati membagikan berkatnya apalagi untuk ibu dan anak-anak. Aku paham benar sifat kekasihku yang satu ini. Terimalah uang itu dan gunakanlah untuk kebaikan anak-anakmu.”


Aku bergerak gelisah di atas tempat tidurku. Perutku sakit tiada terkira, hatiku perih, otakku terbakar karena gagal melogikakan apa yang baru aku baca. Di mana garis merahnya? Apa yang sedang terjadi? Pesan apa yang hendak disampaikan perempuan ini? Apa yang seharusnya aku rasakan? Marahkah pada Jonah? Atau pada perempuan ini? Atau pada diriku sendiri? Aku yang sudah tua namun selalu berada di kenyamanan rumah sungguh tidak mampu memahami apa yang sedang terjadi. Hanya mulutku yang terus menyebut nama TUHAN, telingaku terus mendengarkan lagu-lagu pujian, mataku terus mengalirkan air mata..  Oh TUHAN, beri aku kekuatan, apa yang harus aku lakukan? Apa yang harus aku rasakan?

Aku memutuskan untuk membagikan keterkejutanku ini dengan istri pendetaku, aku berharap meski usianya masih jauh lebih muda dariku tapi pemahamannya akan Alkitab bisa memberinya lebih kebijakan dan mau memberiku kesejukan.

“Leona, kau sudah bangun?”

“Sudah, Kak. Kakak baik-baik saja?”

“Leona, ingat pelacur yang pernah aku ceritakan dulu? Yang pernah menjadi simpanan Jonah?”

“Ya, Kak? Kenapa dia?”

“Dia baru bercerita kalau dia pernah hamil dengan Jonah dan digugurkan di usia 4 bulan.”

Dengan singkat sambil mataku dipenuhi air mata aku menceritakan ulang semua yang dikatakan perempuan itu. Sulit sekali buatku menekan tuts BB saat mataku dipenuhi air mata dan dadaku sesak tidak terkira.

“Kak, untuk apa perempuan itu menceritakan semua ini padamu? Toh itu sudah terjadi begitu lama? Mengapa dia memutuskan untuk menggugurkan kandungannya sementara Jonah tidak pernah memintanya melakukan itu? Maaf, Kak, aku sangsi dengan kisahnya. Setahuku Jonah lelaki yang sangat berhati-hati dan tidak sembrono. Membiarkan perempuan pelacur mengandung anaknya saja sudah mengejutkan buatku, apalagi membiarkan perempuan itu membunuhnya. Kakak, kau gak usah sedih. Kalau pun cerita dia benar, itu sudah lama berlalu dan kakak sudah melewati begitu banyak kisah dengan dia. Kakak sudah bertahan sejauh ini. Jangan dengarkan perkataan dia.”

Aku terus menangis..


(bersambung)

Senin, 22 Desember 2014

Dan Aku pun runtuh

Malam itu Jonah menelepon memberitahukan bahwa dia akan pergi sampai pagi untuk menemani salah satu kliennya minum. Aku tahu itu berarti aku tidak boleh menghubungi dia sampai dia selesai dan menghubungiku. Jonah tidak suka aku menghubunginya saat dia masih berada di luar rumah. Alasannya, dia tidak mau harus berteriak untuk berbicara denganku atau pun terpecah konsentrasinya saat berbicara dengan teman atau kliennya. Terutama kliennya. Penting bagiku untuk tidak menghubungi saat dia bersama klien, kerena kepada si klien dikatakan bahwa dia baru tiba di negara ini dan tidak mengenal siapa pun. Yah, memang menjadi kekasih seorang Jonah sangatlah sulit...

Jonah berjanji akan menghubungiku seperti biasa di saat dia sudah berada di rumah, seperti biasa..

Malam itu aku tidur dengan nyenyak di kamar kecilku sendiri, memasang jam beker tepat pukul 4 pagi karena ada beberapa tulisan yang harus aku selesaikan untuk gereja. Aku kirimkan sms selamat malam ke kekasihku tersayang yang tengah bersenang-senang dengan kliennya itu. Mengucapkan doa untuknya agar Tuhan senantiasa melindungi diri dan hatinya. Dan aku tertidur dengan hati damai..

Tepat pukul 4 pagi wekerku berbunyi dan aku tersentak dari tidurku.. Secara reflek kuraih ponsel yang selalu aku letakkan di samping bantal dan diset dengan dering normal agar aku bisa terbangun saat Jonah menelepon. Bagiku berbicara dengannya di malam hari, meski hanya selamat malam, adalah sesuatu yang selalu ditunggu. Tanpanya malamku gelisah dan tidak nyaman. Hubungan kami sudah berlangsung selama 2,5 tahun dan kebiasaan ini kami lakukan tiap malam. Jonah tidak pernah lalai menghubungiku setiap malam, di mana pun dia berada. Meski saat dia harus bepergian baik untuk visa maupun bisnis, Jonah tidak akan melupakan jam tidurku dan tahu bahwa kekasihnya ini tidak akan dapat tidur sebelum mendengarkan kata selamat malam dan i love you darinya. Hari ke hari berlalu dan itu menjadi sebuah kebiasaan manis kami. Sesuatu yang aku nantikan dan aku syukuri. Setiap malam.

Aku menarik BB-ku dari samping bantal dan melihat belum ada telepon maupun pesan masuk ke ponselku itu. Seperti kebanyakan perempuan Indonesia, aku punya lebih dari satu ponsel, dan Jonah tahu kedua nomorku dan tahu dia bisa menghubungiku di nomor mana pun. Aku cek ponsel kedua dan tetap tidak ada telepon maupun pesan masuk. Oh, di mana kah kau, Jonah? Apakah kau baik-baik saja?

Jonah selalu mengira ritual telepon itu adalah salah satu cara bagiku untuk mengendalikan dia. Dia selalu mengira bahwa dengan membuatnya meneleponku, aku bisa mengecek apakah dia bersama perempuan atau tidak. Sebuah pemahaman yang sangat salah. Aku bukan anak kecil maupun anak kemarin sore. Aku tahu bahkan dalam kondisi memeluk perempuan pun, Jonah bisa dengan mudah meneleponku dan memanggilku sayang serta menyatakan cinta. Aku tahu bahwa beberapa perempuan sudah tahu “aturan main” sesama pencinta kesenangan. Atau bahkan dalam beberapa kasus, mereka diam karena tahu perempuan yang tengah dihubungi itu adalah calon korban. Sehingga si lelaki perlu untuk mengumbar kata-kata manis demi untuk meyakinkan si calon korban akan perasaannya. Maka teleponnya bukanlah jaminan bahwa Jonahku tidak sedang memeluk perempuan lain, tidak sedang bersama perempuan lain, tidak sedang berkhianat.. Bagiku telepon itu menandakan bahwa lelaki yang sangat aku cintai ini selamat, sehat dan tidak dalam masalah. Mengapa aku begitu cemas?

Jonah bukanlah lelaki dengan pekerjaan normal, dia bukan lelaki yang pergi ke satu kantor di pagi hari dan pulang di sore hari. Pekerjaan yang dia lakukan di negaraku dan juga di negara lain yang sudah dia kunjungi, merupakan sebuah permainan yang membutuhkan konsentrasi besar karena apabila terjadi kesalahan, akan berakibat pada nyawanya. Kapan pun, di mana pun, salah satu korbannya bisa mengenali kekasihku dan menyeretnya ke kantor polisi. Well, diseret ke kantor polisi adalah sesuatu yang lebih ringan, kebanyakan teman Jonah akan dipukuli lebih dulu sampai babak belur sebelum diserahkan ke polisi. Acap kali polisi akan menerapkan “teknik interograsi” yang sama, meski di ujungnya selalu bertumpu pada kemampuan kita untuk membayar sejumlah dana. Dan Jonah sendirian di sini. Dia punya teman senegara tapi aku tidak yakin mereka akan mau melakuan apa yang perlu dilakukan untuk menyelamatkan Jonah apa bila terjadi sesuatu. Meski beberapa kali aku melihat kelompok ini berkumpul dan mencoba untuk membantu saudara-saudaranya yang tertimpa masalah hukum. Tapi tetap, aku melihat diriku sebagai satu-satunya keluarga Jonah. Aku yang bertanggung jawab atas keselamatan dan kesehatannya di sini. Karena itu, telepon malamnya sangat penting bagiku. Namun aku tak tahu bagaimana menjelaskan hal ini pada Jonah. Lelaki yang hanya memahami bahasa uang. Baginya, kepercayaan sama dengan uang. Mereka mempercayaiku, itu karena secara finasial mereka bergantung pada kekasihku ini. Dia tidak bisa memahami ketidakpedulianku pada kondisi keuangan dia, miskin atau kaya aku tetap melihatnya sebagai Jonah. Dia tidak bisa melihat kepedulianku ini sebagai bentuk kasih sayang.. Jonah adalah lelaki Afrika, begitu selalu dia katakan. Bangsa Afrika tidak hidup dalam romantisme. Kami hidup di dunia nyata, dunia yang keras dan penuh dengan tipu daya. Sementara aku, aku tidak mengenal semua itu. Bagiku hidup hanyalah satu, berbuat baik.

Well..

Setelah mandi dan menyiapkan laptop untuk memulai pekerjaanku, aku memberanikan diri untuk menghubungi Jonah.

Me                         : Hello?
Jonah                    : I am online, let me call you back...

Lalu dia lupa mematikan teleponnya denganku dan aku bisa mendengar perbincangannya di sana..

Jonah               : This is exactly what make me angry at them. I don’t know why my mother asked for that kind of thing. I am here working, and I am not risking my life for someone who only want to flex and don’t have any plan for their future.
                           You are my girlfriend, my fiancee, I will also put an X on you if you behave the same. Please understand, Love..

Lalu aku matikan teleponku....

Aku kirimkan pesan ke BBM Jonah

“Hi, you don’t need to call me back. All I need to know is you are safe, and I know you are. I woke up not because of I wanted to check on you but I need to do some works for the church. I am sorry I have disturbed your conversation with your fiancee.”

Hatiku tiba-tiba kosong. Sudah beberapa bulan ini Jonah bersikap sangat aneh. Dia tiba-tiba menjadi kasar dan sering sekali menghina. Berkali-kali aku bertanya apakah dia kembali dengan ibu anaknya di Afrika, apakah mereka kembali merajut tali cinta. Dan Jonah selalu menolak. Dia selalu berkata bahwa dia ada di sini dan aku tidak perlu mencemaskan apa pun. Bahwa semua kecemburuanku tidak berasalan. Toh selama 10 bulan dalam setahun dia berada di pelukanku dan bukan bersama perempuan yang jauh di Afrika. Berbulan pula aku selalu menanyakan hal yang sama, dan makin lama Jonah makin kasar menolak dan mengelak. Dan malam ini semua sudah terbongkar, dia memanggil seseorang dengan panggilan Cinta, sesuatu yang hanya dia lakukan untukku. Untuk semua mainan dan korbannya, Jonah akan memakai kata Sweety, Sweetheart, Honey tapi tidak Love. Dan malam ini dia menyebut seseorang sebagai tunangannya, mendiskusikan masalah yang dihadapi ibunya dengan perempuan itu. Aku belum sempat merasa marah atau kecewa, hanya dingin..

Lalu pesan masuk ke BBMku

“Hi Love, I am home now, please call me.”
“What do you mean? What fiancee?”

Mataku membelalak, apa?
“How many fiancee do you have?”

Dan Jonah meledak..

“You are full of shit. What do you mean by that? I have the right to do anything I want. You are not my wife. Do you think I can marry some old woman like you? You have slept with many of my friends, do you think I can marry you and introduce you as my wife? You must be totally crazy.”

“Who said I want you to marry me? A scammer like you? It would be a total shame to have you as my husband. I am a bitch? Well you bitch over there is worst than me. She is full of shit. All she knows is money money money and you are stupid to think that she loves you for real. Just becoz she has your son? Stupid man. I am a mother too and I never use my children for anything!!! So stop giving me those shits and crawl to your stupid woman. Obviously stupid man can only be a stupid 
woman”

“Hey You!! She is 10 times better than you. She is beautiful and intelligent. She is kind and a good Christian. And she loves me very much. I have done so many bad things but she stayed and waited. This is her prayer come true!! I love her, you stupid bitch!”

“Then go to her. What are you doing with me? Or do you think you can use me to reach what ever evil goal you have? Hey you, you said she is a good Christian? What kind of a woman allow her man to use women in order to bring money home? What kind of woman allow any body to give her son the devil money? You are both evil!!  And more over, you are more stupid than I thought!! Evil to the core!!!”

“Hey Fuck you!! You stupid bitch!! You are worst than a prostitute!! At least they fuck for money, you!! You are giving it for free!! All this time I am just put up with you coz I want to help you. I want to change your life. I want to put you in a different level.”

Lalu sepi.. Jonah rupanya tertidur.

Apakah aku menangis? Kata-kata kasar itu sudah dia ucapkan berkali-kali, sejak dia pulang dari negaranya dan kembali bersama ibu anaknya di sana. Sedikit saja aku berbuat salah, atau menunjukkan tuntutan, Jonah akan segera memborbadirku dengan kata-kata kasar yang hanya biasa aku dengar di film-film gangster. Aku sudah pernah meminta agar kita berhenti saja menjadi pasangan karena aku merasa tidak pantas mendapatkan perkataan seperti itu. Aku memang bukan perempuan suci, tapi bahkan pelacur pun tidak pantas mendapatkan cacian dan makian seperti itu. Aku perempuan mandiri yang selama 20 tahun hidupku, aku sudah berjuang untuk mengurus kedua anakku sendiri. Ya, aku pernah menikah selama 14 tahun, tapi di dalam pernikahan itu aku lah yang harus mengambil semua tanggung jawab di keluarga, baik secara finansial maupun mental. Aku tidak pantas mendengar semua itu..

Jonah selalu saja meminta maaf dan berjanji tidak akan mengulangi lagi. Selalu saja memeluk dan memohon agar aku memahami tekanan yang dia hadapi saat ini. Aku diam saja biasanya. Aku tahu betapa sulit hidup yang harus dia hadapi di kotaku ini. Sebagai orang asing yang pekerjaannya tidak tetap, dengan segunung kewajiban yang harus dia selesaikan, hidup tidaklah mudah bagi Jonahku tercinta ini. Dan biasanya aku mengalah..

Segera aku lupakan sms yang entah kesekian ribu aku terima selama beberapa bulan belakangan ini. Meski begitu, aku tidak bisa lagi menuliskan artikel-artikel yang seharusnya aku kerjakan untuk gereja hari ini. Hatiku begitu panas, kepalaku serasa hendak meledak.. Bagaimana mungkin dia menghinaku sementara dia yang tertangkap basah sudah berbohong. Begitu tidak berharganyakah aku? Aku memutuskan untuk membereskan rumah dan kemudian menyiapkan diri untuk gereja hari ini. Aku pilih baju oranye untuk menutupi kegalauan dan sakit hatiku, agar di mata orang, mereka melihat kebahagiaanku bertemu dan melayani Tuhan hari itu. Aku kenakan sandal tinggiku dan berdandan untuk memastikan semua sempurna.

Waktu sudah menunjukkan pukul 11.30 siang saat tiba-tiba BBMku berbunyi tanda ada pesan masuk:

“You Bitch! Get out my life...”

Dan aku pun meledak.. Aku kirimkan sms ke teleponnya karena kecepatan BBM kami melamban akibat sinyal yang memburuk di siang itu.

“Hey You! Stop insulting me!! Just go! If you keep on sendig me message, I will come to your house.”

Jonah dan aku memang tidak tinggal bersama. Namun biasanya dia akan datang ke rumah beberapa hari dalam seminggu untuk berbicara dengan anak-anak dan menghabiskan waktu sebagai sebuah keluarga, sesuatu yang sangat aku syukuri tadinya, tapi dia berubah.. semua berubah..

Dan Jonah terus melancarkan sms penuh dengan hinaan dan perkataan kotor. Memuji-muji perempuannya di Afrika, membandingkan dengan ketuaan dan kenaifanku dalam berhubungan. Termasuk ketidakmampuanku memberinya anak meski kami sudah tiga tahun bersama.

Darahku mendidih, aku ambil tas tanganku dan bergegas turun dari unitku di lantai 6. Sambil terus mengirimkan sms meminta Jonah untuk menghentikan hinaannya, aku menaiki ojek menuju ke rumah Jonah. Di jalan aku terus merasa bahwa aku akan terjatih, bahwa aku akan terluka, entah bagaimana. Apa aku akan terjatuh dari ojek ini, karena motor ini melaju cukup kencang. Entah kenapa tapi perasaan bahwa hari ini aku akan celaka begitu kuat.. dan aku terus mengirimkan sms demi sms membalas hinaan dan cacian Jonah. Emosi kami berdua makin tinggi, makin memuncak.

Unit Jonah terletak di lantai 9 sebuah apartemen yang cukup ramai di bagian barat kotaku. Jarak antara apartemenku dan apartemen dia tidak jauh, hanya dengan 20 ribu aku bisa tiba di sana dengan menggunakan ojek. Apartemen ini banyak dihuni oleh warga asing, hal ini yang membuat Jonah betah, tidak ada pertanyaan dan pandangan aneh yang biasa dia dapatkan jika berada di tempat umum. Para satpam di tempat ini sudah terbisa dengan tingkah polah pria Afrika yang berteriak-teriak keras saat mabuk atau membawa berganti-ganti perempuan ke rumah mereka. Mereka juga terbiasa melihat perempuan keluar menangis atau pun mabuk. Meski tidak terlalu mewah, tapi kenyamanan dan kesunyian ini menjadikannya sebuah tempat persembunyian yang sangat pas. Para Afrika selalu melakukan kegiatannya di dalam rumah, jarang kita bisa melihat mereka bergerombol di luar atau bergaul dengan para penghuni yang non Afrika lainnya.

Setibaku di apartemen Jonah, tidak seperti biasanya aku bisa naik tanpa perlu bantuannya membukakan pintu. Aku bergegas ke unitnya dan mulai menggedor pintunya. Aku bisa mendengar Jonah mondar mandir di balik pintu sambil terus berteriak-teriak memakiku. Dan aku terus menggedor. Siang itu, suasana sangat sepi dan senyap. Semua pintu tertutup dan tidak terdengar suara di baliknya. Dan hanya suara teriakanku dan gedoran tanganku ke pintu unit Jonah yang menggema.

“Open the door, you coward!! Face me! Say those nasty things in my face!! Don’t be like a sissy!!”

Jonah terus menyanyi-nyanyi keras di balik pintu Bak orang gila dan aku pun terus menggedor pintunya seperti orang gila.. Dan dua orang gila ini mengaku saling mencintai L
Akhirnya aku berteriak, “Forget about everything! Open the door, let me take my laptop that you used and also my phone!”

Tiba-tiba senyap..

Lalu terdengar Jonah membuka kunci pintu..

Aku bersiap untuk masuk dan mengambil barang-barang itu. Hatiku sudah sangat panas, kepalaku serasa terbakar.. Emosiku sudah tiba di puncaknya, semua gelap..

Jonah membuka pintu, dan aku pun melangkah masuk.

Tanpa aku sangka, dia mendorongku dengan sekuat tenaga.. Aku terhuyung ke belakang tapi tidak jatuh.

Kembali aku mencoba melangkah masuk.. ya, logikaku sudah hilang.. Tidak! Aku tidak akan mengalah! Cukup!!

Dan Jonah mendorongku lagi dengan sekuat tenaganya, dan aku roboh terjengkang..
Dalam jatuhku aku bisa mendengar suara “krek” di lututku, pertanda ada yang bergeser.

Tubuh besarku terjengkang dan menabrak dinding di belakangku.

Lututku terasa lemas, tak bertenaga, perlahan aku mencoba untuk duduk dan kemudian berdiri, namun setengah jalan aku duduk, Jonah melayangkan tinjunya tepat ke wajahku dan mendarat di bibir kananku dan darah pun muncrat.

Aku palingkan wajahku ke lantai dan melihat merahnya darahku, aku tercekat.. Aku hanya bisa menyebut nama Tuhan dan menutup kepalaku. Di atasku, lelaki yang aku cintai itu sibuk memaki, menendang dan menginjak pantat dan pahaku. Dan aku hanya diam...
Aku memegang sabuk hitam Karate, dan tahu bagaimana melawan dan membela diri, namun saat itu, di saat aku melihat darah yang disebabkan oleh tangan yang sangat aku puja keindahannya, segala ajaran itu sirna. Aku hanya merasakan sedih yang luar biasa, sakit yang tiada tara dan harga diriku jatuh, ke tempat paling rendah. Aku diinjak dan ditendang dengan penuh kemarahan oleh sosok yang sangat aku sayangi, sosok yang selama ini berkata akan melindungiku. Aku mendongak memandang wajah kekasihku itu dan meski aku tahu dia Afrika, berkulit hitam. Belum pernah aku melihatnya sehitam itu, matanya menyala merah...Aku bak melihat setan sendiri.. Oh Tuhan, apa yang sedang terjadi? Bagaimana ini bisa terjadi padaku? Aku perempuan yang kuat, yang selalu berusaha mandiri. Aku menghormati semua makhluk, berusaha selalu baik meski banyak sudah melukaiku, kenapa KAU biarkan ini terjadi padaku? Apa salahku? Apa yang sudah salah aku lakukan? Tuhan, apalagi yang ingin KAU katakan padaku? Tuhan!!!!

Lalu beberapa tetangga Afrika kami keluar, mendorong kekasihku masuk ke dalam rumahnya,

“Are you crazy!! She is a mother! What are you doing!”

“You are all full of shit!! Where are you before!! She was knocking like crazy and none of you came out!!”

Seorang perempuan yang biasa membersihkan rumah Jonah memelukku dan tangisku pecah.

“Ibu, Ibu, apa yang terjadi? Kenapa ibu diam saja? Kenapa ibu diperlakukan seperti ini? Ibu kenapa tidak pergi? Oh Ibu, apa yang terjadi?” katanya berulang-ulang sambil menangis memelukku. Dan aku hanya bisa terisak. Hancur semuanya.. Harga diriku terkoyak dan robek.. Siapa aku? Apakah aku masih perempuan terhormat yang tahu bagaimana membela diri? Perempuan pintar dan cerdas yang tahu bagaimana melindungi dan merawat dirinya sendiri? Apakah aku masih ibu yang hebat dan kuat? Lihat diriku sekarang, rambut kusut masai, tubuh memar-memar penuh bekas injakan dan tendangan, bibirku robek dan penuh darah, lengan kiriku memar berat dan kaki kananku kehilangan tenaga sama sekali. Aku harus dibopong bahkan setengah digendong untuk dipindahkan dari tempat jatuhku. Sepanjang waktu mereka berusaha menenangkanku, takut aku memutuskan untuk memanggil polisi dan memberi saudaranya masalah. Dan selama itu aku hanya bisa menangis, bingung, takjub, terkejut dan tak bisa percaya hal ini bisa terjadi padaku.

Selama ini aku bekerja sebagai konselor perempuan dan anak yang teraniaya, selama itu pula meski aku penuh empati pada mereka tapi aku tidak bisa sepenuhnya paham. Aku selalu berkata mengapa mereka bisa begitu bodoh dan membiarkan hal seperti ini terjadi? I mean, mereka bukan perempuan lemah, mereka cukup mandiri, bisa menghasilkan uang sendiri dan mampu membuat keputusan cerdas sendiri tapi mengapa mereka jatuh dalam hubungan ini? Mengapa mereka membiarkan lelaki menyerang dan menghina sedemikian rupa? Apakah karena mereka tidak pernah belajar bela diri? Huh, berbeda denganku, aku tahu cara membela diri. Aku tahu cara melawan, aku tahu cara menghajar.. Aku bisa menjaga diri, aku takkan pernah membiarkan hal itu terjadi padaku.

Dan hari ini aku  disadarkan oleh Tuhan, betapa kesombonganku itu sangat keliru.. Oh Tuhan, KAU begitu baik..

Aku tiba-tiba sadar bahwa aku tidak punya hak untuk menghakimi siapa pun. Sebuah hubungan bukanlah perhitungan laba rugi dalam berusaha, tidak bisa kita logikakan semua keputusan di saat ada perasaan yang berbicara. Tidaklah semudah itu mengatakan para perempuan bahwa mereka sudah begitu bodoh, di saat ada perasaan yang terlibat. Mudah bagi kita untuk melihat jalan keluar saat kita tidak di dalam jeratan labirin masalah seperti yang sedang di alami teman atau saudara kita. Tugas kita bukan menyalahkan atau pun menghakimi karena labirin itu tampak mudah dari atas, namun bagi yang ada di dalamnya, perlu usaha ekstra keras dan bahkan sebagian besar mati putus asa saat mencoba keluar. Tidak juga aku bisa mengatakan bahwa mereka begitu karena tidak tahu cara membela diri, well, aku tahu.. Tapi sulit membalas pukulan di saat yang memukul adalah sosok yang sangat kau cintai dan kau hormati. Melihatnya memandangmu dengan penuh kebencian, memandangmu dengan jijik sembari mengayunkan tangan dan kakinya untuk menyakitimu, menghancurkan semua logika dan kepandaianmu, di saat itu kau hanya bisa berkata, “Ya Tuhan, lindungi aku. Ya Tuhan, peluk aku dalam lindungan-Mu. Aku pasrahkan hidupku pada-Mu, Tuhan.”

Aku yang semula begitu bangga dengan kemampuanku membela diri, tiba-tiba di tempatkan di posisi terendah, posisi di mana aku harus mengakui bahwa aku bukan siapa-siapa. Segala pengetahun dan kepintaranku tidak berarti apa-apa. Tidak pantas bagiku untuk menepuk dada dan mengklaimnya sebagai kehebatanku. Aku selamat, aku baik-baik saja, aku bisa mencapai semua ini bukan karena kekuatanku tapi karena kebaikan TUHAN. Aku bisa menjadi seperti diriku ini, bisa berada di tempatku ini, bisa menjadi ibu seperti ini, menjadi pasangan seperti ini, bukan karena kekuatanku, bukan karena kepandaianku, bukan karena otakku tapi semata karena TUHAN. Karena DIA melindungiku, DIA menuntunku. Dan DIA menunjukkan bahwa sekali DIA melepaskan perlindungan-Nya, maka aku akan jatuh ke dalam luka, dan duka..

Tuhan, ampuni kesombonganku.. Aku mengerti dan aku bersyukur..

(bersambung)