Jumat, 04 Juli 2014

MENGGAPAI CINTA YANG BARU

Semoga Anda bisa menangkap makna dari kisah kali ini..

Dalam suatu masa, baju yang melingkupiku terasa menyesakkan. Begitu banyak atribut yang diberikan dan dipaksakan dalam baju ini. Untuk kemudian dijadikan ukuran untuk menilai, memeriksa dan pada akhirnya menghakimi. Bagi mereka yang sudah lama mengikuti alur berpikirku, mungkin sudah bisa menebak betapa aku bukanlah perempuan dengan pemikiran yang "normal" (jika normal itu memang ada). Maka makin banyak atribut diberikan, makin besar peluangmu untuk melihat betapa tak sesuainya aku dengan lingkunganku.

Dan pada satu titik, aku gerah, lelah dan marah lalu kutanggalkan bajuku. Aku biarkan diriku telanjang dan menjadi hanya diriku sendiri dihadapan YANG SUCI. Meski aku tak melihat ada kedamaian, tak melihat ada keutuhan dalam kondisi telanjangku. Namun setidaknya aku bebas dari penilaian dan penghakiman. Dan ketelanjangan itu berlangsung cukup lama. Di masa itu aku terlindungi dari segala rasa, karena memang tidak berasa. Bukan damai tapi kebas.

Lalu dipertemukan aku pada sosok kelam yang begitu indah. Kelam ini menjalani hari-hari yang terkadang begitu menyulitkan dengan senyum dan ketenangan. Semua karena keyakinan luar biasanya pada satu dzat. Dan aku cemburu.. Tuhan mana yang membuat dia terus menunduk dalam doa, dalam kepasrahan meski kesulitan menghimpit. Tuhan apa yang bahkan dalam mabuknya pun dia ingat dan tidak ingin dia tinggalkan? Aku merindukan kedekatan itu.

Dan aku pun bergerak mengenali TUHAN ini. 

Perkenalan kami luar biasa. TUHAN ini seolah memahami semua keluh kesahku. Bahasa kami sama, DIA memahami semua air mataku. Tidak ada sedikit pun penghakiman dalam kata-kata-NYA. Tidak ada perajaman dalam ajaran-NYA.Dan aku bersimpuh dan menangis. Tertarik makin dalam ke dalam pusaran kasih dan cinta-NYA. Ke dalam kehangatan yang aku rindukan. Di dalamnya kutemukan cara, kutemukan jalan untuk melepaskan semua amarah dan kecewa yang menggelayuti jiwaku selama ini. Kecewa pada orang-orang di sekitarku, terutama kecewa pada diriku sendiri atas kegagalan demi kegagalan yang aku alami dalam hidupku. Di dalamnya kutemukan cara untuk berdiam dan menerima segala caci dan maki yang selama ini jadi duri dalam hatiku.

Dan aku berpasrah...

Meski aku tahu apa yang akan aku hadapi saat menyatakan diri menerima cinta yang sejak kecil diajarkan untuk dijauhi. Apa yang akan terjadi dan bagaimana orang-orang di sekitarku akan bereaksi apabila cinta ini aku kabarkan. Apabila kebahagiaan ini aku pancarkan.

Tapi TUHANku sudah begitu baik, sudah begitu luar biasa... dan aku memutuskan mengabarkannya.

Hari ini, hampir setahun setelah kabar itu aku sampaikan. Aku sudah ditinggalkan banyak hal. Aku ditinggalkan oleh ayah yang begitu aku sayangi. Beliau menolak menerima fakta bahwa aku lebih damai saat ini. Beliau ingin aku menunduk dan mengangguk menyatakan pilihanku keliru. Beliau tegas menolak untuk bahkan mencoba memahami, apa yang menjadi gelisahku, mengapa TUHAN ini begitu mengagumkan bagiku. Beliau begitu yakin aku telah disesatkan oleh kelamku, oleh hasratku.. Oh sedihnya..

Aku kehilangan banyak teman. Teman yang dengan yakin menuduhku telah dibutakan dan dibodohkan. Yang dalam ketakutan mereka untuk melihat kebenaran di mataku, telah menolak untuk bahkan mengenalku. Bagi mereka aku adalah perempuan pintar yang terjerumus dalam kebodohan. Hanya karena aku membuka diri dan menyatakan menerima cinta yang berbeda dari cinta yang mereka kenal. Mereka menantang untuk membuktikan kebodohanku, sementara aku tidak tertarik untuk membuktikan kepandaianku. Oh, pedihnya..

Aku kehilangan pendar cinta kekasihku yang dulu begitu menyala. Sungguh ironis, di tengah prejudis orang yang menyatakan cintaku ini hanya karena dia, sang dia pun mempertanyakan penerimaanku atas cinta ini. Berkali-kali dia merasa tak nyaman dan tak aman, karena berbagai pertanyaan duniawi terkait cintaku ini. Apakah aku begitu ingin dia nikahi? Apakah ini pembuktian bahwa aku lebih baik dari wanitanya di seberang sana? Apakah aku cuma mencoba untuk menunjukkan kesalahan dan kesalahannya? Dan di tengah ketakutannya sendiri, dia menjauh dan menjadi kasar. Sampai suatu waktu kekesalannya dia tumpahkan sejadinya padaku dan aku tersurut.. Aku menakut.. Dan aku menciut..

Dan kemudian pekerjaan yang begitu aku cintai, perusahaan yang begitu aku banggakan, tiba-tiba melihatku dengan mata yang bahkan tidak pernah aku kenal sebelumnya. Sampai di fakta bahwa aku harus meninggalkan entiti yang aku cintai dan aku banggakan. Dan aku dihempas dengan hempasan penolakan yang luar biasa menyakitkan.

Sangat mudah bagi manusia untuk melihat betapa semua kejadian itu adalah bukti bahwa pilihan cintaku sudah salah.. keliru.. menyesatkan. 

Tapi dalam kesakitanku, aku menemukan kedamaian dan kepasrahan luar biasa. Sesuatu yang belum pernah aku alami sebelumnya. Sakitku lebih pada sedih dan bukan marah. Sakitku lebih pada rindu dan bukan dendam. Aku menerima segala sakit ini sebagai konsekuensi penerimaan CINTA yang jauh lebih indah dan luar biasa dibandingkan cinta mana pun. CINTA itu sudah mengorbankan segalanya, demi membebaskanku dari rasa sakit dan dosa. CINTA itu sudah begitu suci menempatkan dirinya sebagai martir, membiarkan diri sucinya disiksa dan dihinakan, demi aku yang bahkan belum dilahirkan di masa itu. DIA mengingatku dan memikirkanku, di saat tubuh suci-NYA dihancurkan dan dipermalukan.

Bila mengenang itu semua, segala derita dan penghinaan ini serasa tiada apa-apanya. Cinta duniawi tidak akan memberiku bahagia kekal abadi, maka kehilangannya bukanlah sesuatu yang fatal. Udaraku tengah dibersihkan, jiwaku tengah dimurnikan. TUHANku ingin aku bertumbuh dalam kasih-NYA dan benar-benar menjadi alat-NYA. Benar-benar menjadi kekasih-NYA. Dan benar-benar mati dalam kehidupanku yang dulu dan bangkit kembali dalam kehidupanku yang baru. Aku tengah DIA baptis..

Aku merindukan kalian semua... tapi kalian semua bagian dari masa lalu, dari hidupku sebelum CINTA ini datang. Sebelum TUHAN ini menjadi kekasih jiwaku.