Malam sudah beranjak pagi, meski kami terbungkus aman di dalam mobil, ditemani negung AC dan suara lirih musik, tetap saja aku bisa merasakan nyamuk nakal yang ingin juga berbagi nyaman dengan kami. Aku dudukmendengarkan lelaki ini berbicara panjang lebar dengan penuh
emosional tentang kekasihku yang menurutnya begitu bodoh. Membandingkan
hubunganku dengannya, dengan hubungannya sendiri dengan kekasihnya. Betapa
inginnya dia memiliki perempuan sepertiku di sampingnya, betapa akan luar biasa
hidupnya apabila berkat TUHAN dalam bentuk perempuan sepertiku ada di sisinya.
Membuatku berpikir, pasti di saat yang sama, di waktu yang berbeda, kekasihku
juga mengatakan hal yang sama. Betapa rindunya dia memiliki perempuan yang
seperti sosok lain, yang lebih supportive, lebih memahami, lebih cantik, lebih
bisa dipamerkan, lebih.. lebih.. lebih
Dan anganku melayang...
Aku mengalami hal yang sama..
Aku yang menurut mulut lelaki ini nyaris sempurna sebagai
perempuan dan sebagai kekasih, namun pada nyatanya kekasihku pun mengeluhkan
hal yang sama. Dia dengan terbuka mengungkapkan ketidakmungkinan kami untuk
menikah karena aku dianggapnya tidak cukup baik untuk dijadikan istri. Dia
sampaikan bahwa segala yang ada pada diriku sangat dia sukai tapi untuk menjadi
istri adalah sebuah ketidakmungkinan. Aku adalah perempuan luar biasa dalam
hidupnya namun tidak cukup layak untuk dibawa ke hadapan TUHAN dan dijadikan
pendamping dalam cinta TUHAN.
Bagi perempuan mana pun kurasa, bahkan bagiku yang sampai
saat ini belum berpikir untuk kembali mengikatkan diri ke dalam tali
pernikahan, pernyataan ini sangat menyakitkan. Sebuah pernyataan yang langsung
membuat perempuan manapun memandang ke kaca dan mencoba melihat apa yang salah
dalam dirinya. Mengapa dia begitu kotor dan buruk hingga tidak layak untuk
digenggam di depan TUHAN? Acap kali pertanyaan itu membuatku tenggelam ke dalam
perasaan-perasaan tidak berharga yang susah payah aku kikis pasca perceraianku.
Mana mungkin dia mengatakan itu, di saat banyak orang lain, tak hanya lelaki,
yang dengan tegas menyatakan kekaguman dan pengharapannya atas hubungan kami.
Atas segala yang aku kerjakan untuk dirinya, demi membuatnya nyaman dan tenang
dalam hubungan kami. Apa yang salah? Apa karena mereka punya maksud tersembunyi
sehingga mengatakan hal yang ingin aku dengar? Tapi bagaimana dengan para
perempuan yang juga mengatakan hal yang sama?
Lalu aku tersentak, bukankah aku juga mempertanyakan hal
yang sama? Saat aku melihat dua kekasih bercengkrama dan bercanda. Berjalan berduaan,
duduk di bar bersama, saling pandang, saling kagum. Saat lelakinya
memperkenalkan perempuannya dengan bangga, aku juga mengajukan doa yang sama. Andaikan aku memiliki kekasih seperti dia, betapa bahagianya. Mengapa aku
tidak layak mendapatkan kekasih sebaik itu, pandangan kagum seperti itu. Cinta
sedalam itu, apa salahku, apa dosaku? Mengapa aku tidak bisa mendapatkan apa
yang dia dapatkan, sementara aku tahu, aku lebih baik bahkan lebih segalanya
dari orang itu. Apa yang salah dengan diriku? Kenapa dia yang aku tahu bodoh,
menuntut dan tidak tulus mencintai, bisa mendapatkan lelaki yang memujanya.
Lalu aku tersentak lagi, hmm kemungkinan besar, perempuan itu dan lelakinya
sedang sibuk mengatakan hal yang sama pada dirinya sendiri atau pun pada orang
lain.
Pertanyaan demi pertanyaan tentang ketidaksempurnaan
pasangan maupun hidup kita acap kali membawa kita pada pergumulan yang
sebenarnya tidak perlu ada. Pertanyaan apakah kita tidak cukup baik untuk
kehidupan yang dimiliki orang lain yang dalam pandangan kita indah dan luar biasa,
hanya akan membawa kita terpuruk dan mempersalahkan diri bahkan TUHAN. Kita
lupa melihat betapa TUHAN memiliki rencana besar dalam hidup kita, betapa TUHAN
sedang membentuk kita dan menyiapkan kita untuk berkat besar yang akan datang.
Apa pun luka yang dilemparkan kekasih hatiku padaku, tiap
kali aku renungan, semua itu bak suara TUHAN yang mengingatkanku atas kesombonganku,
atas keyakinanku bahwa segalanya terjadi karena kekuatanku, keyakinan bahwa aku
kuat dan mampu hadapi semua, hanya AKU. Bahkan saat kekasih hatiku menghajarku,
memukul dan menghancurkan segala martabatku sebagai perempuan mandiri yang
sampai di usianya yang ke-40 masih berdiri di dua kakinya sendiri dan melindungi
dirinya dengan sekuat tenaga. Aku dihadapkan pada perasaan tidak berdaya akut,
yang aku tidak pernah tahu bisa ada dalam diri kita. Aku tahu teori membela
diri, aku tahu teori melawan dan mengalahkan, tapi saat tangan indah itu dia
gunakan untuk menghantam wajahku, saat kaki yang aku puja bentuknya itu dia
gunakan untuk menginjak dan menendang tubuhku, aku terpuruk, aku hanya bisa
diam dan menyebut nama TUHAN, aku bahkan tidak mampu menangis. Saat itu aku
sadar, betapa lemah aku ini, bukan di depan manusia tapi di depan TUHAN. Betapa
selama ini aku salah sudah begitu sombong dan menepuk dada berkata aku mampu menghadapi
dunia ini sendiri.
Aku salah..
TUHAN terus membentuk kita lewat orang-orang yang kita
temui, lewat kejadian-kejadian yang kita alami, pertanyaannya hanya apakah kita
meluangkan waktu untuk berdiam dan memikirkan semuanya. Menarik pembelajaran
dari segala yang kita alami. Merenung dan menurunkan ego kita untuk benar-benar
melihat, apa sebenarnya yang sedang TUHAN coba ajarkan dari peristiwa ini. Bukan memikirkan rencana apa yang sedang TUHAN jalankan, tidak perlu kita
tahu itu, cukup percaya bahwa rencana DIA pasti indah. Namun kita perlu tahu
dan belajar, apa yang sedang diajarkan TUHAN pada kita. Bagian mana dari sifat
manusia kita yang perlu diubah. Bagian mana dari sisa kesombongan kita yang
perlu dikikis. Hanya dengan pemahaman itu maka kita bisa melihat dan bersyukur
atas segala yang kita alami dan kita miliki. Karena mereka adalah bagian dari
rancangan besar TUHAN atas diri kita dan rancangan itu pasti indah..
Dan aku memandang kekasih hatiku dengan penuh kasih..
Sayangku, kau adalah anugerah yang indah. Dengan segala marahmu,
segala cacimu, segala usahamu untuk menghancurkanku. TUHAN mengizinkanmu
tinggal dalam hidupku untuk membentukku menjadi lebih baik, menyiapkanku untuk
berkat besar di ujung pelangi. Seperti juga, DIA izinkan aku tetap ada dalam
hidupmu untuk membentukmu, menyiapkanmu untuk berkat besar di ujung pelangi.
Doaku adalah kau lah ujung pelangiku, dan aku lah ujung pelangimu..
Dalem ini....dalem..
BalasHapus