Malam itu Jonah menelepon
memberitahukan bahwa dia akan pergi sampai pagi untuk menemani salah satu
kliennya minum. Aku tahu itu berarti aku tidak boleh menghubungi dia sampai dia
selesai dan menghubungiku. Jonah tidak suka aku menghubunginya saat dia masih berada
di luar rumah. Alasannya, dia tidak mau harus berteriak untuk berbicara
denganku atau pun terpecah konsentrasinya saat berbicara dengan teman atau
kliennya. Terutama kliennya. Penting bagiku untuk tidak menghubungi saat dia
bersama klien, kerena kepada si klien dikatakan bahwa dia baru tiba di negara
ini dan tidak mengenal siapa pun. Yah, memang menjadi kekasih seorang Jonah
sangatlah sulit...
Jonah berjanji
akan menghubungiku seperti biasa di saat dia sudah berada di rumah, seperti
biasa..
Malam itu aku
tidur dengan nyenyak di kamar kecilku sendiri, memasang jam beker tepat pukul 4
pagi karena ada beberapa tulisan yang harus aku selesaikan untuk gereja. Aku
kirimkan sms selamat malam ke kekasihku tersayang yang tengah bersenang-senang
dengan kliennya itu. Mengucapkan doa untuknya agar Tuhan senantiasa melindungi
diri dan hatinya. Dan aku tertidur dengan hati damai..
Tepat pukul 4
pagi wekerku berbunyi dan aku tersentak dari tidurku.. Secara reflek kuraih
ponsel yang selalu aku letakkan di samping bantal dan diset dengan dering
normal agar aku bisa terbangun saat Jonah menelepon. Bagiku berbicara dengannya
di malam hari, meski hanya selamat malam, adalah sesuatu yang selalu ditunggu.
Tanpanya malamku gelisah dan tidak nyaman. Hubungan kami sudah berlangsung
selama 2,5 tahun dan kebiasaan ini kami lakukan tiap malam. Jonah tidak pernah
lalai menghubungiku setiap malam, di mana pun dia berada. Meski saat dia harus bepergian
baik untuk visa maupun bisnis, Jonah tidak akan melupakan jam tidurku dan tahu bahwa
kekasihnya ini tidak akan dapat tidur sebelum mendengarkan kata selamat malam
dan i love you darinya. Hari ke hari berlalu dan itu menjadi sebuah kebiasaan
manis kami. Sesuatu yang aku nantikan dan aku syukuri. Setiap malam.
Aku menarik BB-ku
dari samping bantal dan melihat belum ada telepon maupun pesan masuk ke
ponselku itu. Seperti kebanyakan perempuan Indonesia, aku punya lebih dari satu
ponsel, dan Jonah tahu kedua nomorku dan tahu dia bisa menghubungiku di nomor
mana pun. Aku cek ponsel kedua dan tetap tidak ada telepon maupun pesan masuk.
Oh, di mana kah kau, Jonah? Apakah kau baik-baik saja?
Jonah selalu
mengira ritual telepon itu adalah salah satu cara bagiku untuk mengendalikan dia.
Dia selalu mengira bahwa dengan membuatnya meneleponku, aku bisa mengecek
apakah dia bersama perempuan atau tidak. Sebuah pemahaman yang sangat salah. Aku
bukan anak kecil maupun anak kemarin sore. Aku tahu bahkan dalam kondisi
memeluk perempuan pun, Jonah bisa dengan mudah meneleponku dan memanggilku
sayang serta menyatakan cinta. Aku tahu bahwa beberapa perempuan sudah tahu “aturan
main” sesama pencinta kesenangan. Atau bahkan dalam beberapa kasus, mereka diam
karena tahu perempuan yang tengah dihubungi itu adalah calon korban. Sehingga
si lelaki perlu untuk mengumbar kata-kata manis demi untuk meyakinkan si calon
korban akan perasaannya. Maka teleponnya bukanlah jaminan bahwa Jonahku tidak
sedang memeluk perempuan lain, tidak sedang bersama perempuan lain, tidak
sedang berkhianat.. Bagiku telepon itu menandakan bahwa lelaki yang sangat aku
cintai ini selamat, sehat dan tidak dalam masalah. Mengapa aku begitu cemas?
Jonah bukanlah
lelaki dengan pekerjaan normal, dia bukan lelaki yang pergi ke satu kantor di
pagi hari dan pulang di sore hari. Pekerjaan yang dia lakukan di negaraku dan
juga di negara lain yang sudah dia kunjungi, merupakan sebuah permainan yang
membutuhkan konsentrasi besar karena apabila terjadi kesalahan, akan berakibat
pada nyawanya. Kapan pun, di mana pun, salah satu korbannya bisa mengenali
kekasihku dan menyeretnya ke kantor polisi. Well, diseret ke kantor polisi
adalah sesuatu yang lebih ringan, kebanyakan teman Jonah akan dipukuli lebih
dulu sampai babak belur sebelum diserahkan ke polisi. Acap kali polisi akan
menerapkan “teknik interograsi” yang sama, meski di ujungnya selalu bertumpu
pada kemampuan kita untuk membayar sejumlah dana. Dan Jonah sendirian di sini.
Dia punya teman senegara tapi aku tidak yakin mereka akan mau melakuan apa yang
perlu dilakukan untuk menyelamatkan Jonah apa bila terjadi sesuatu. Meski beberapa
kali aku melihat kelompok ini berkumpul dan mencoba untuk membantu
saudara-saudaranya yang tertimpa masalah hukum. Tapi tetap, aku melihat diriku
sebagai satu-satunya keluarga Jonah. Aku yang bertanggung jawab atas
keselamatan dan kesehatannya di sini. Karena itu, telepon malamnya sangat penting
bagiku. Namun aku tak tahu bagaimana menjelaskan hal ini pada Jonah. Lelaki
yang hanya memahami bahasa uang. Baginya, kepercayaan sama dengan uang. Mereka
mempercayaiku, itu karena secara finasial mereka bergantung pada kekasihku ini.
Dia tidak bisa memahami ketidakpedulianku pada kondisi keuangan dia, miskin
atau kaya aku tetap melihatnya sebagai Jonah. Dia tidak bisa melihat
kepedulianku ini sebagai bentuk kasih sayang.. Jonah adalah lelaki Afrika,
begitu selalu dia katakan. Bangsa Afrika tidak hidup dalam romantisme. Kami
hidup di dunia nyata, dunia yang keras dan penuh dengan tipu daya. Sementara
aku, aku tidak mengenal semua itu. Bagiku hidup hanyalah satu, berbuat baik.
Well..
Setelah mandi
dan menyiapkan laptop untuk memulai pekerjaanku, aku memberanikan diri untuk
menghubungi Jonah.
Me : Hello?
Jonah : I am online, let me call
you back...
Lalu dia lupa
mematikan teleponnya denganku dan aku bisa mendengar perbincangannya di sana..
Jonah :
This is exactly what make me angry at them. I don’t know why my mother asked
for that kind of thing. I am here working, and I am not risking my life for
someone who only want to flex and don’t have any plan for their future.
You
are my girlfriend, my fiancee, I will also put an X on you if you behave the
same. Please understand, Love..
Lalu aku matikan teleponku....
Aku kirimkan pesan ke BBM Jonah
“Hi, you don’t
need to call me back. All I need to know is you are safe, and I know you are. I
woke up not because of I wanted to check on you but I need to do some works for
the church. I am sorry I have disturbed your conversation with your fiancee.”
Hatiku tiba-tiba
kosong. Sudah beberapa bulan ini Jonah bersikap sangat aneh. Dia tiba-tiba
menjadi kasar dan sering sekali menghina. Berkali-kali aku bertanya apakah dia
kembali dengan ibu anaknya di Afrika, apakah mereka kembali merajut tali cinta.
Dan Jonah selalu menolak. Dia selalu berkata bahwa dia ada di sini dan aku
tidak perlu mencemaskan apa pun. Bahwa semua kecemburuanku tidak berasalan. Toh
selama 10 bulan dalam setahun dia berada di pelukanku dan bukan bersama
perempuan yang jauh di Afrika. Berbulan pula aku selalu menanyakan hal yang
sama, dan makin lama Jonah makin kasar menolak dan mengelak. Dan malam ini
semua sudah terbongkar, dia memanggil seseorang dengan panggilan Cinta, sesuatu
yang hanya dia lakukan untukku. Untuk semua mainan dan korbannya, Jonah akan
memakai kata Sweety, Sweetheart, Honey tapi tidak Love. Dan malam ini dia menyebut
seseorang sebagai tunangannya, mendiskusikan masalah yang dihadapi ibunya
dengan perempuan itu. Aku belum sempat merasa marah atau kecewa, hanya dingin..
Lalu pesan masuk
ke BBMku
“Hi Love, I am
home now, please call me.”
“What do you
mean? What fiancee?”
Mataku membelalak,
apa?
“How many
fiancee do you have?”
Dan Jonah meledak..
“You are full of
shit. What do you mean by that? I have the right to do anything I want. You are
not my wife. Do you think I can marry some old woman like you? You have slept
with many of my friends, do you think I can marry you and introduce you as my
wife? You must be totally crazy.”
“Who said I want
you to marry me? A scammer like you? It would be a total shame to have you as my
husband. I am a bitch? Well you bitch over there is worst than me. She is full
of shit. All she knows is money money money and you are stupid to think that
she loves you for real. Just becoz she has your son? Stupid man. I am a mother
too and I never use my children for anything!!! So stop giving me those shits
and crawl to your stupid woman. Obviously stupid man can only be a stupid
woman”
“Hey You!! She
is 10 times better than you. She is beautiful and intelligent. She is kind and
a good Christian. And she loves me very much. I have done so many bad things
but she stayed and waited. This is her prayer come true!! I love her, you
stupid bitch!”
“Then go to her.
What are you doing with me? Or do you think you can use me to reach what ever
evil goal you have? Hey you, you said she is a good Christian? What kind of a
woman allow her man to use women in order to bring money home? What kind of
woman allow any body to give her son the devil money? You are both evil!! And more over, you are more stupid than I
thought!! Evil to the core!!!”
“Hey Fuck you!!
You stupid bitch!! You are worst than a prostitute!! At least they fuck for
money, you!! You are giving it for free!! All this time I am just put up with
you coz I want to help you. I want to change your life. I want to put you in a
different level.”
Lalu sepi..
Jonah rupanya tertidur.
Apakah aku
menangis? Kata-kata kasar itu sudah dia ucapkan berkali-kali, sejak dia pulang
dari negaranya dan kembali bersama ibu anaknya di sana. Sedikit saja aku
berbuat salah, atau menunjukkan tuntutan, Jonah akan segera memborbadirku
dengan kata-kata kasar yang hanya biasa aku dengar di film-film gangster. Aku
sudah pernah meminta agar kita berhenti saja menjadi pasangan karena aku merasa
tidak pantas mendapatkan perkataan seperti itu. Aku memang bukan perempuan
suci, tapi bahkan pelacur pun tidak pantas mendapatkan cacian dan makian
seperti itu. Aku perempuan mandiri yang selama 20 tahun hidupku, aku sudah
berjuang untuk mengurus kedua anakku sendiri. Ya, aku pernah menikah selama 14
tahun, tapi di dalam pernikahan itu aku lah yang harus mengambil semua tanggung
jawab di keluarga, baik secara finansial maupun mental. Aku tidak pantas
mendengar semua itu..
Jonah selalu
saja meminta maaf dan berjanji tidak akan mengulangi lagi. Selalu saja memeluk
dan memohon agar aku memahami tekanan yang dia hadapi saat ini. Aku diam saja
biasanya. Aku tahu betapa sulit hidup yang harus dia hadapi di kotaku ini.
Sebagai orang asing yang pekerjaannya tidak tetap, dengan segunung kewajiban
yang harus dia selesaikan, hidup tidaklah mudah bagi Jonahku tercinta ini. Dan
biasanya aku mengalah..
Segera aku
lupakan sms yang entah kesekian ribu aku terima selama beberapa bulan
belakangan ini. Meski begitu, aku tidak bisa lagi menuliskan artikel-artikel
yang seharusnya aku kerjakan untuk gereja hari ini. Hatiku begitu panas,
kepalaku serasa hendak meledak.. Bagaimana mungkin dia menghinaku sementara dia
yang tertangkap basah sudah berbohong. Begitu tidak berharganyakah aku? Aku
memutuskan untuk membereskan rumah dan kemudian menyiapkan diri untuk gereja
hari ini. Aku pilih baju oranye untuk menutupi kegalauan dan sakit hatiku, agar
di mata orang, mereka melihat kebahagiaanku bertemu dan melayani Tuhan hari
itu. Aku kenakan sandal tinggiku dan berdandan untuk memastikan semua sempurna.
Waktu sudah
menunjukkan pukul 11.30 siang saat tiba-tiba BBMku berbunyi tanda ada pesan
masuk:
“You Bitch! Get
out my life...”
Dan aku pun
meledak.. Aku kirimkan sms ke teleponnya karena kecepatan BBM kami melamban
akibat sinyal yang memburuk di siang itu.
“Hey You! Stop insulting
me!! Just go! If you keep on sendig me message, I will come to your house.”
Jonah dan aku
memang tidak tinggal bersama. Namun biasanya dia akan datang ke rumah beberapa
hari dalam seminggu untuk berbicara dengan anak-anak dan menghabiskan waktu
sebagai sebuah keluarga, sesuatu yang sangat aku syukuri tadinya, tapi dia
berubah.. semua berubah..
Dan Jonah terus
melancarkan sms penuh dengan hinaan dan perkataan kotor. Memuji-muji
perempuannya di Afrika, membandingkan dengan ketuaan dan kenaifanku dalam
berhubungan. Termasuk ketidakmampuanku memberinya anak meski kami sudah tiga
tahun bersama.
Darahku
mendidih, aku ambil tas tanganku dan bergegas turun dari unitku di lantai 6.
Sambil terus mengirimkan sms meminta Jonah untuk menghentikan hinaannya, aku
menaiki ojek menuju ke rumah Jonah. Di jalan aku terus merasa bahwa aku akan
terjatih, bahwa aku akan terluka, entah bagaimana. Apa aku akan terjatuh dari
ojek ini, karena motor ini melaju cukup kencang. Entah kenapa tapi perasaan
bahwa hari ini aku akan celaka begitu kuat.. dan aku terus mengirimkan sms demi
sms membalas hinaan dan cacian Jonah. Emosi kami berdua makin tinggi, makin
memuncak.
Unit Jonah
terletak di lantai 9 sebuah apartemen yang cukup ramai di bagian barat kotaku.
Jarak antara apartemenku dan apartemen dia tidak jauh, hanya dengan 20 ribu aku
bisa tiba di sana dengan menggunakan ojek. Apartemen ini banyak dihuni oleh
warga asing, hal ini yang membuat Jonah betah, tidak ada pertanyaan dan
pandangan aneh yang biasa dia dapatkan jika berada di tempat umum. Para satpam
di tempat ini sudah terbisa dengan tingkah polah pria Afrika yang
berteriak-teriak keras saat mabuk atau membawa berganti-ganti perempuan ke
rumah mereka. Mereka juga terbiasa melihat perempuan keluar menangis atau pun
mabuk. Meski tidak terlalu mewah, tapi kenyamanan dan kesunyian ini
menjadikannya sebuah tempat persembunyian yang sangat pas. Para Afrika selalu
melakukan kegiatannya di dalam rumah, jarang kita bisa melihat mereka
bergerombol di luar atau bergaul dengan para penghuni yang non Afrika lainnya.
Setibaku di
apartemen Jonah, tidak seperti biasanya aku bisa naik tanpa perlu bantuannya
membukakan pintu. Aku bergegas ke unitnya dan mulai menggedor pintunya. Aku
bisa mendengar Jonah mondar mandir di balik pintu sambil terus berteriak-teriak
memakiku. Dan aku terus menggedor. Siang itu, suasana sangat sepi dan senyap.
Semua pintu tertutup dan tidak terdengar suara di baliknya. Dan hanya suara
teriakanku dan gedoran tanganku ke pintu unit Jonah yang menggema.
“Open the door,
you coward!! Face me! Say those nasty things in my face!! Don’t be like a
sissy!!”
Jonah terus
menyanyi-nyanyi keras di balik pintu Bak orang gila dan aku pun terus menggedor
pintunya seperti orang gila.. Dan dua orang gila ini mengaku saling mencintai L
Akhirnya aku
berteriak, “Forget about everything! Open the door, let me take my laptop that you
used and also my phone!”
Tiba-tiba
senyap..
Lalu terdengar
Jonah membuka kunci pintu..
Aku bersiap
untuk masuk dan mengambil barang-barang itu. Hatiku sudah sangat panas,
kepalaku serasa terbakar.. Emosiku sudah tiba di puncaknya, semua gelap..
Jonah membuka pintu,
dan aku pun melangkah masuk.
Tanpa aku
sangka, dia mendorongku dengan sekuat tenaga.. Aku terhuyung ke belakang tapi
tidak jatuh.
Kembali aku
mencoba melangkah masuk.. ya, logikaku sudah hilang.. Tidak! Aku tidak akan
mengalah! Cukup!!
Dan Jonah
mendorongku lagi dengan sekuat tenaganya, dan aku roboh terjengkang..
Dalam jatuhku
aku bisa mendengar suara “krek” di lututku, pertanda ada yang bergeser.
Tubuh
besarku terjengkang dan menabrak dinding di belakangku.
Lututku terasa
lemas, tak bertenaga, perlahan aku mencoba untuk duduk dan kemudian berdiri,
namun setengah jalan aku duduk, Jonah melayangkan tinjunya tepat ke wajahku dan
mendarat di bibir kananku dan darah pun muncrat.
Aku palingkan
wajahku ke lantai dan melihat merahnya darahku, aku tercekat.. Aku hanya bisa
menyebut nama Tuhan dan menutup kepalaku. Di atasku, lelaki yang aku cintai itu
sibuk memaki, menendang dan menginjak pantat dan pahaku. Dan aku hanya diam...
Aku memegang
sabuk hitam Karate, dan tahu bagaimana melawan dan membela diri, namun saat
itu, di saat aku melihat darah yang disebabkan oleh tangan yang sangat aku puja
keindahannya, segala ajaran itu sirna. Aku hanya merasakan sedih yang luar
biasa, sakit yang tiada tara dan harga diriku jatuh, ke tempat paling rendah.
Aku diinjak dan ditendang dengan penuh kemarahan oleh sosok yang sangat aku
sayangi, sosok yang selama ini berkata akan melindungiku. Aku mendongak
memandang wajah kekasihku itu dan meski aku tahu dia Afrika, berkulit hitam.
Belum pernah aku melihatnya sehitam itu, matanya menyala merah...Aku bak
melihat setan sendiri.. Oh Tuhan, apa yang sedang terjadi? Bagaimana ini bisa
terjadi padaku? Aku perempuan yang kuat, yang selalu berusaha mandiri. Aku
menghormati semua makhluk, berusaha selalu baik meski banyak sudah melukaiku,
kenapa KAU biarkan ini terjadi padaku? Apa salahku? Apa yang sudah salah aku
lakukan? Tuhan, apalagi yang ingin KAU katakan padaku? Tuhan!!!!
Lalu beberapa
tetangga Afrika kami keluar, mendorong kekasihku masuk ke dalam rumahnya,
“Are you crazy!!
She is a mother! What are you doing!”
“You are all
full of shit!! Where are you before!! She was knocking like crazy and none of
you came out!!”
Seorang
perempuan yang biasa membersihkan rumah Jonah memelukku dan tangisku pecah.
“Ibu, Ibu, apa
yang terjadi? Kenapa ibu diam saja? Kenapa ibu diperlakukan seperti ini? Ibu
kenapa tidak pergi? Oh Ibu, apa yang terjadi?” katanya berulang-ulang sambil
menangis memelukku. Dan aku hanya bisa terisak. Hancur semuanya.. Harga diriku
terkoyak dan robek.. Siapa aku? Apakah aku masih perempuan terhormat yang tahu
bagaimana membela diri? Perempuan pintar dan cerdas yang tahu bagaimana
melindungi dan merawat dirinya sendiri? Apakah aku masih ibu yang hebat dan
kuat? Lihat diriku sekarang, rambut kusut masai, tubuh memar-memar penuh bekas
injakan dan tendangan, bibirku robek dan penuh darah, lengan kiriku memar berat
dan kaki kananku kehilangan tenaga sama sekali. Aku harus dibopong bahkan
setengah digendong untuk dipindahkan dari tempat jatuhku. Sepanjang waktu
mereka berusaha menenangkanku, takut aku memutuskan untuk memanggil polisi dan
memberi saudaranya masalah. Dan selama itu aku hanya bisa menangis, bingung,
takjub, terkejut dan tak bisa percaya hal ini bisa terjadi padaku.
Selama ini aku
bekerja sebagai konselor perempuan dan anak yang teraniaya, selama itu pula
meski aku penuh empati pada mereka tapi aku tidak bisa sepenuhnya paham. Aku
selalu berkata mengapa mereka bisa begitu bodoh dan membiarkan hal seperti ini
terjadi? I mean, mereka bukan perempuan lemah, mereka cukup mandiri, bisa
menghasilkan uang sendiri dan mampu membuat keputusan cerdas sendiri tapi
mengapa mereka jatuh dalam hubungan ini? Mengapa mereka membiarkan lelaki
menyerang dan menghina sedemikian rupa? Apakah karena mereka tidak pernah belajar
bela diri? Huh, berbeda denganku, aku tahu cara membela diri. Aku tahu cara
melawan, aku tahu cara menghajar.. Aku bisa menjaga diri, aku takkan pernah
membiarkan hal itu terjadi padaku.
Dan hari ini aku
disadarkan oleh Tuhan, betapa
kesombonganku itu sangat keliru.. Oh Tuhan, KAU begitu baik..
Aku tiba-tiba
sadar bahwa aku tidak punya hak untuk menghakimi siapa pun. Sebuah hubungan
bukanlah perhitungan laba rugi dalam berusaha, tidak bisa kita logikakan semua
keputusan di saat ada perasaan yang berbicara. Tidaklah semudah itu mengatakan
para perempuan bahwa mereka sudah begitu bodoh, di saat ada perasaan yang
terlibat. Mudah bagi kita untuk melihat jalan keluar saat kita tidak di dalam
jeratan labirin masalah seperti yang sedang di alami teman atau saudara kita.
Tugas kita bukan menyalahkan atau pun menghakimi karena labirin itu tampak
mudah dari atas, namun bagi yang ada di dalamnya, perlu usaha ekstra keras dan
bahkan sebagian besar mati putus asa saat mencoba keluar. Tidak juga aku bisa
mengatakan bahwa mereka begitu karena tidak tahu cara membela diri, well, aku
tahu.. Tapi sulit membalas pukulan di saat yang memukul adalah sosok yang
sangat kau cintai dan kau hormati. Melihatnya memandangmu dengan penuh
kebencian, memandangmu dengan jijik sembari mengayunkan tangan dan kakinya
untuk menyakitimu, menghancurkan semua logika dan kepandaianmu, di saat itu kau
hanya bisa berkata, “Ya Tuhan, lindungi aku. Ya Tuhan, peluk aku dalam
lindungan-Mu. Aku pasrahkan hidupku pada-Mu, Tuhan.”
Aku yang semula
begitu bangga dengan kemampuanku membela diri, tiba-tiba di tempatkan di posisi
terendah, posisi di mana aku harus mengakui bahwa aku bukan siapa-siapa. Segala
pengetahun dan kepintaranku tidak berarti apa-apa. Tidak pantas bagiku untuk
menepuk dada dan mengklaimnya sebagai kehebatanku. Aku selamat, aku baik-baik
saja, aku bisa mencapai semua ini bukan karena kekuatanku tapi karena kebaikan
TUHAN. Aku bisa menjadi seperti diriku ini, bisa berada di tempatku ini, bisa menjadi
ibu seperti ini, menjadi pasangan seperti ini, bukan karena kekuatanku, bukan
karena kepandaianku, bukan karena otakku tapi semata karena TUHAN. Karena DIA
melindungiku, DIA menuntunku. Dan DIA menunjukkan bahwa sekali DIA melepaskan
perlindungan-Nya, maka aku akan jatuh ke dalam luka, dan duka..
Tuhan, ampuni
kesombonganku.. Aku mengerti dan aku bersyukur..
(bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar