Arian bergegas mendatangi kamar Jonah, cemas.. Malam
sebelumnya Jonah hampir tertangkap pihak kepolisan akibat bisnisnya dan
terdengar sangat lemah saat menghubungi Ariana dan memintanya untuk datang.
Meski berusaha, tapi Jonah sudah begitu dalam masuk ke dalam relung hati
Ariana. Sebesar apa pun sakit dan penghinaan yang Jonah berikan, keselamatannya
masih menjadi kepedulian Ariana.
Terengah-engah dia mendatangi kamar lelaki yang sempat
menjadi mimpinya itu..
Jonah membuka pintu dan memeluk Ariana. “Are you okay?” kata
Ariana sambil memeluk tubuh Jonah yang sangat dia rindukan itu. “I am fine,
Sayang, thank GOD. Thank you for warning me about the police. I did not want to
take that job actually but you know how things are. I desperately need the
money so I thought at least I can get small. But I know, small money always
bring problems. Thank you, Sayang.”
Keduanya lalu duduk di ranjang Jonah, tempat mereka biasa
menghabiskan malam, memadu kasih, saling memeluk dan menukar isyarat cinta. “What
happened?” tanya Ariana dengan penuh cemas. “Well, all was going well but the
client got greede, so he wanted to get all. That was why he involve the police.
He does not want to get to me, he wants the money. See, this is the picture that
I showed him,” kata Jonah sambil membuka HP samsung putihnya. Tampak gambar dua
bocah di latar depan HP Jonah. Hati Ariana terhenyak.
Dia mengenali wajah bocah 8 tahun, anak Jonah yang pertama
tapi siapa bayi itu? Siapa bayi lelaki di gambar itu? Tapi Ariana diam saja.
“Who is he?” tanyanya dengan suara datar, “Who?” tanya
Jonah.
“The baby on your phone.”
“Its Wako’s brother.”
“Oh, from who?”
“My son, I told you she was pregnant when I left Africa.”
“Oh.”
Usai Jonah menunjukkan gambar pekerjaan yang semula hendak
ditunjukkan, Ariana bangkit dan membereskan semua barangnya. Sambil terus
tersenyum hambar ke arah Jonah.
“Where are you going?”
“Home,” jawab Ariana singkat.
“So because of that picture, you want to go? See, this is
why I did not want to tell you about her pregnancy. I know you will reacted
this way. I know you will be angry.”
Ariana memandang Jonah dengan heran. Tuhan, kau pikir apa
aku ini, Jonah? Apakah aku bahkan begitu tidak berharga di matamu sehingga
tidak kau perkenankan aku merasakan sakit? Merasakan terluka dan terhina atas
pengkhianatanmu? Kau menghamili wanita lain di saat masih bersamaku. Kau
menuduhku selalu berkhianat, tapi sejatinya kau sudah sejak lama merencanakan
pengkhianatan itu. Hati Ariana hancur.. Selama ini, aku diam saat kau
menghajarku, aku diam saat kata-kata kasarmu mulai meluncur, untuk apa? Untuk
fakta bahwa sebenarnya kau lah yang tengah berkhianat? Siapa sebenarnya yang tidak
pantas dihormati, aku kah? Kau kah? Wanita mu itu kah? Kepala Ariana terasa pening.
Mereka berdua mulai saling melempar kata-kata makian, meski kosa kata Ariana
tidak banyak tapi luka dan duka membuat Ariana berusaha mengimbangi perkataan
Jonah. Keduanya berteriak, memaki, menghina, mengumpat, mengutuk..
Ariana lalu terdiam, berlutut,.. menangis
Tuhan, aku bukan perempuan ini. Aku bukan pencaci, aku bukan
pengutuk.. Seumur hidupku aku menghindar dan berusaha diam agar tidak ada kutuk
atau murka keluar dari mulutku. Siapa aku ini, TUHAN?
Ariana membalikkan tubuh dan meminta maaf pada Jonah.
Meminta maaf atas semua kata kutuk dan caci yang sempat dia ucapkan. Memberi
Jonah selamat atas kelahiran putra keduanya sambil matanya penuh dengan air
mata, sambil hatinya tercekat dan terluka.. Jonah tetap meradang..
Kata-kata kasarnya terus terlontar..
Ariana terpancing..
“You know what? Pay me!! I am not going to let you get away
that easy.”
“Pay you for what? You enjoy my dick too.. You should pay me
too.”
“I pay you? Who is the prostitute here? You or I? You always
say I am an old street woman, so you pay me. For each night that we spend for
the past 3 years, pay me. Just see me as Jaksa street woman, give me that
money.”
“What money? You look around, find the money.. You stupid
bitch.”
“Then let me sell these phones!!” Kata Ariana sambil
mengambil dua HP Jonah yang tergeletak di atas tempat tidur.
Jonah meradang..
Direnggutnya pergelangan tangan Ariana dengan tangan kirinya
sambil tinju kananya terus menerus menghujam ke tangan Ariana, “Put my fucking
phones down, You Bitch!!”
Ariana melepaskan HP itu dengan kesakitan. Satu tamparan
juga mendarat di pipinya dan Jonah melangkah pergi..
“Don’t go, let us talk about it until all is clear.”
“I have nothing to talk about with you, Bitch!!” teriak
Jonah sambil melangkah pergi.. Ariana merenggut dua HP Jonah dan memasukkannya ke
dalam tas untuk mencegah Jonah pergi. Ariana tahu Jonah tidak akan pergi tanpa
dua Hpnya ini. Tapi Jonah tetap melangkah pergi, membawa kunci pintu kamar yang
juga pemicu listrik. Dengan dicabutnya kunci, listrik di kamar Jonah mati dan
Ariana tertinggal di dalam gelap.
Ariana terdiam sedih.. Hatinya makin hancur..
Dengan lunglai Ariana keluar dari kamar, menenteng sandal
tingginya, berjalan keluar dari kamar menuju ke jalan raya.. Ariana menangis
sedih di sepanjang jalan. Membiarkan malam menyerap semua sedih dan lukanya..
Membiarkan malam mendengarkan keluhan hatinya.
TUHAN, ke mana kakiku harus melangkah? Apa yang harus aku
lakukan? Selama ini aku sudah berusaha keras untuk bersabar, terus berpikir
positif dan berharap di tengah begitu deras guncangan dan cobaan. TUHAN,
mengapa KAU tempatku aku begitu rendah? Apa yang sudah aku lakukan? Apa salahku
hingga KAU letakkan aku begitu rendah? Kenapa KAU biarkan dua makhluk ini
mempermainkanku? Kenapa KAU biarkan mereka menghinaku? Kenapa KAU tempatkan aku
di posisi ini? Aku bukan perempuan mandul, TUHAN. Aku punya dua putra sebagai
saksiku, kenapa tak KAU biarkan aku hamil dan menjalani hidupku dengannya?
Kenapa tak KAU biarkan aku menjadi miliknya seorang? Oh TUHAN.. TUHAN..
Ariana terus berjalan, melangkah, tanpa alas kaki,
membiarkan jalanan menyentuh kulitnya.. merobek kulitnya.. Ariana membiarkan
sakit di kaki itu menggantikan sakit di hatinya.. Ariana ingin melihat darah..
Ingin melihat wujud luka di hatinya. Dia berjalan terus tertatih dan menerjang
malam.. Ariana tahu dia tidak bisa pulang, dia hanya bisa berjalan menuju
TUHAN.. menuju Pendetanya.. menuju pulang..
Tiba-tiba Hpnya berdering..
“Sayang, where are you? I am home. I did not go far, I only
went down to buy water. Where are you? Please come back..Please.” Rengek Jonah
di telepon.
Ariana tercekat, “You don’t need to ask me to come back,
your phones are not with me. Search your room. I did not bring your phones with
me.” Ariana berbohong. Tapi Ariana tidak mau kembali dan membiarkan dirinya
dimanfaatkan lagi.
“Sayang, this is not about the phone.. Please come back. Where
are you? Let me come for you..”
Bodohnya, tololnya Ariana percaya.. Ariana luluh.. Dia
menaiki taksi dan bergerak kembali ke kamar Jonah.
Sesampainya di kamar, Jonah terkejut melihat kaki Ariana
yang sangat kotor. “What are you doing? You walked?” tanyanya heran. “Yes, I
need to clear my mind. You know I always walk when I am confused.” Kata Ariana
sambil bergerak ke kamar mandi untuk mencuci kakinya.
“Go and take shower,” kata Jonah seperti biasa.. Ariana memandangnya
dengan heran dan entah kenapa kali ini dia menolak mematuhi perintah Jonah. “No.
I will do that later.”
Lalu Ariana duduk di ujung ranjang sementara Jonah berbaring
sambil memandangi Ariana dengan tatapan mata yang aneh.. menusuk dan
mengerikan..
“Give me my phone!” katanya segera.
Ariana langsung bangkit dari duduknya sambil terus mengapit
tas “I knew its all about the phones, I told you its not with me. Why did you
call me back?”
Jonah meradang..
Dia bangkit dari tidurnya, merenggut tas Ariana dan menumpahkan
semua isinya keluar. Keduanya terlibat tarik menarik tas hingga tali tas kulit
itu pun putus. Ariana berteriak meminta Jonah melepaskan pegangannya. Jonah
makin marah..
Saat barangnya berserakan di lantai kamar Jonah, Ariana
membuka pintu, Jonah manarik gaun batik Ariana, menariknya masuk.. reflek
Ariana membuang beberapa barangnye keluar sambil berteriak minta tolong..
Dengan kuat Jonah menarik Ariana, menghempaskannya ke
ranjang sambil menendang pintu agar tertutup.. Ariana yang terbaring terlentang
didudukinya, tangannya mencekik leher Ariana sambil berteriak meminta telponnya
diberikan.
Ariana berteriak marah dan meminta tolong.
Jonah mengarahkan kepalannya ke wajah Ariana.. Ariana
menutupi wajahnya dengan lengan, akibatnya lengan itu menjadi sasaran amukan
Jonah. Ariana berusaha sekuat tenaga mendorong Jonah. Terlepas..
Ariana bergegas mencoba lari.. Jonah menangkapnya kembali..
Dihempaskannya lagi Ariana ke atas ranjang.. Ditamparnya
wajah Ariana dua kali, dijejakkannya kakinya ke tubuh Ariana sambil terus
berteriak-teriak meminta Ariana menyerahkan kedua Hpnya. Ariana terus berteriak
meminta tolong.. Ariana tahu, dia harus
lari.. tidak ada seorang pun yang bisa mendengar teriakannya jika dia ada di
dalam kamar ini. Pemilik kos tidak akan peduli, dia tahu karena sebelumnya ada
perempuan yang dihajar kekasih Afrikanya di kamar sebelah. Saat Ariana melapor,
mereka mengaku tidak punya hak untuk bertindak.. Oh..
Akhirnya kesempatan itu datang..
Ariana menendang Jonah dan membuatnya mundur ke belakang..
memberi Ariana sedikit ruang untuk berlari keluar.. dan dia berlari, tanpa HP
yang sudah direnggut Jonah, tanpa dompet yang juga sudah direnggut Jonah..
tanpa sandal tingginya.. Ariana berlari.. kembali menembus gelapnya malam..
Menghentikan taksi yang lewat di depan gedung kos Jonah, hanya satu tempat yang terpikir.. rumah..
rumah TUHAN.. menuju ke Pendetanya..
Ariana tiba di depan rumah Pendeta, membuka pintu dan
berkata, “Please help me pay the taxi, he tried to kill me over phones. I ran
away.. Please help me.”
Dan dunianya gelap... Ariana terjatuh diam..