Senin, 09 Januari 2012

Genggam tanganku, jadikanku bagian darimu..

Sambil mendengarkan Christina Perri berulang kali melantunkan lagunya tentang kebahagiaan dua makhluk yang menyingkirkan ketakutan dan keraguan demi bersatu menyatukan ikatan dalam sebuah pernikahan, pikiranku melayang pada ketakutanku sendiri akan sebuah hubungan. Sebuah kedekatan.

Hati yang pernah terluka dan masuk dalam lorong gelap ini ketakutan dan memilih untuk menjaga jarak dari semua kedekatan dan hubungan. Berharap bisa sama sekali melepaskan diri dari kebutuhan akan adanya hubungan batin erat bersama seseorang dan mengarahkannya menjadi sebuah hubungan pertemanan yang tidak mengenal kata kecewa.
Dalam perjalanan pencarian makna hubunganku, aku bertemu dengan banyak pribadi yang memaknai dan melindungi hatinya dengan cara-cara unik mereka. Salah satu yang menarik bagiku adalah pemuda tampan yang kukenal tak berapa lama lalu. Dalam kehidupannya yang terbilang sukses untuk usianya, berada jauh di negara orang namun telah berhasil memenangkan satu sisi peperangan. Hidup nyaman dan aman dengan segala kemudahan berkat kerja keras dan disiplin dirinya.

Padanya kutemukan cara perlindungan diri dari luka dan duka akibat sebuah hubungan. Disampaikan bahwa dia tidak pernah meletakkan harapan pada manusia, bahkan tidak pada ayah dan ibunya. Tidak dia lekatkan hatinya lebih dekat dari Tuhannya agar tidak pernah dia merasakan kecewa. Manusia dipandang sesuai dengan keinginannya. Sebagai makhluk yang keberadaannya di dunia ini adalah sebagai pemberi bahagia. Tidak ingin dia melihat sisi menyebalkan atau negatif dari sosok manusia. Baginya itu bukan porsinya. Dilindunginya hatinya dengan menjauhkannya dari segala kedekatan cinta. Ditolaknya makna dan keberadaan cinta karena baginya tak masuk akal, mana mungkin cinta yang disebut sebagai sebuah keindahan dapat menghasilkan luka. Tak tepat rasanya saat sebuah rasa indah juga memiliki sisi buruk dan mengerikan yang bisa menyayat dan membuatmu jatuh ke dalam lubang kedukaan dan kenestapaan. Karena itu, katanya, dia akan selalu  bahagia. Karena itu, katanya, manusia tidak akan membuatnya kecewa.

Aku juga menemukan cara perlindungan dari kegagalan hubungan dari teman-temanku yang masih berada dalam pernikahan. Banyak dari mereka yang  menjauhkan diri dari kekecewaan dengan membagikan cintanya pada sosok yang lain. Dikatakan bahwa dengan demikian mereka mendapatkan cinta ekstra, perhatian ekstra dan kebahagiaan ekstra. Tidak diperkenankan salah satu dari kedua lelaki atau perempuan dalam hidupnya itu memberikannya duka. Saat kuangkat masalah kesetiaan, dikatakan bahwa pada kedua sosok itulah diberikan kesetiaan hatinya. Meski tidak juga mereka bersedia menerima sisi buruk dari kedua cintanya. Mereka hanya mengambil sisi baik dan kebahagiaan yang diberikan keduanya dan berlarian mencari kebahagiaan demi kebahagiaan hingga si selingkuhan berhenti memberikan kebahagiaan dan lebih banyak menawarkan kerumitan, maka dia akan digantikan.

Lelaki yang tengah dekat di hatiku pun menawarkan bentuk lain tentang sebuah hubungan. Dimintanya aku menghargai waktu pribadinya untuk bekerja dan berjejaring dengan teman dan keluarganya. Di waktu-waktu itu adalah waktu di mana kami tidak muncul. Kami ada saat kami bersama dan hanya saat kami bersama. Tidak diperkenankannya aku menelepon sering, mengirim pesan singkat sering, atau lebih tepatnya tidak diperkenankannya aku menjadi lekat dengan hatinya. Dimintanya aku berdiri tegak di atas kedua kakiku dan hanya menjadi kami saat segala waktu dan perasaan memungkinkan. Satu sisi kebebasan itu memberiku banyak ruang untuk bekerja dan mengembangkan diri sebagai teman. Namun saat hati kita dilarang untuk melekat, saat dia begitu sibuk melindungi dirinya dari kemungkinan sakit yang bisa kuberikan, di saat aku pun sibuk menjaga hati agar tak terlalu lekat padanya. Apakah dapat dikatakan kami berhubungan? Dapatkan disebutkan akan adanya KAMI?

Bagiku ketiga cara itu hanyalah sebuah pengalihan. Tidak kita bisa merasakan kebahagiaan sejati sebuah hubungan di saat hati kita terlindungi di dalam sebuah balon dan tak tersentuh. Kurasa takkan pernah bahagia sejati itu kita dapatkan dari seseorang di saat kita menolak untuk mengambil resiko terluka. Melindungi diri dan memilih kebahagiaan semu dengan mengandalkan pikiran kita, tidak akan membawa kita ke pantai yang kita dambakan. Keinginan untuk mendapatkan kenyamanan dan kebahagiaan dari sebuah hubungan adalah juga menyatakan diri menerima resiko kedukaan dan kesakitan yang dapat ditimbulkan dari hubungan itu. Hanya pada sosok yang memiliki peluang untuk memberi kita sebuah kedukaan mendalam, dialah yang memiliki potensi luar biasa besar untuk memberikan kita rasa nyaman dan kebahagiaan yang mewakili kebahagiaan Illahiah. Sosok yang menggantikan kenyamanan peluk ibu, menggantikan keamanan peluk ayah dan keyakinan yang disorotkan Allah. Sosok yang sanggup membawa kita terbang menembus segala batas potensi kita, karena cintanya memancarkan keyakinan dan kepastian hingga membangun yakin dan percaya dalam diri kita akan potensi kita namun juga sosok yang sanggup menghunjamkan pisau perpisahaan dan membancarkan darah yang berujung pada kematian sementara jiwa kita.

Aku bak hendak menerjunkan diriku ke dalam lautan luas, di mana segala kemungkinan bisa terjadi. Di mana segala kebahagiaan bisa teraih namun juga segala bencana mengintai. Dan aku masih ketakutan..

1 komentar:

  1. Aku menemukan alamat Blog ini secara acak. Aku mulai membaca semua tulisan dari awal hingga akhir dan aku merasakan sebuah perasaan ketakutan yang rasional. Thanks for sharing

    BalasHapus