Selasa, 18 November 2014

Bersyukur atas apa yang kita miliki..

Malam sudah beranjak pagi, meski kami terbungkus aman di dalam mobil, ditemani negung AC dan suara lirih musik, tetap saja aku bisa merasakan nyamuk nakal yang ingin juga berbagi nyaman dengan kami. Aku dudukmendengarkan lelaki ini berbicara panjang lebar dengan penuh emosional tentang kekasihku yang menurutnya begitu bodoh. Membandingkan hubunganku dengannya, dengan hubungannya sendiri dengan kekasihnya. Betapa inginnya dia memiliki perempuan sepertiku di sampingnya, betapa akan luar biasa hidupnya apabila berkat TUHAN dalam bentuk perempuan sepertiku ada di sisinya. Membuatku berpikir, pasti di saat yang sama, di waktu yang berbeda, kekasihku juga mengatakan hal yang sama. Betapa rindunya dia memiliki perempuan yang seperti sosok lain, yang lebih supportive, lebih memahami, lebih cantik, lebih bisa dipamerkan, lebih.. lebih.. lebih

Dan anganku melayang...

Aku mengalami hal yang sama..

Aku yang menurut mulut lelaki ini nyaris sempurna sebagai perempuan dan sebagai kekasih, namun pada nyatanya kekasihku pun mengeluhkan hal yang sama. Dia dengan terbuka mengungkapkan ketidakmungkinan kami untuk menikah karena aku dianggapnya tidak cukup baik untuk dijadikan istri. Dia sampaikan bahwa segala yang ada pada diriku sangat dia sukai tapi untuk menjadi istri adalah sebuah ketidakmungkinan. Aku adalah perempuan luar biasa dalam hidupnya namun tidak cukup layak untuk dibawa ke hadapan TUHAN dan dijadikan pendamping dalam cinta TUHAN.

Bagi perempuan mana pun kurasa, bahkan bagiku yang sampai saat ini belum berpikir untuk kembali mengikatkan diri ke dalam tali pernikahan, pernyataan ini sangat menyakitkan. Sebuah pernyataan yang langsung membuat perempuan manapun memandang ke kaca dan mencoba melihat apa yang salah dalam dirinya. Mengapa dia begitu kotor dan buruk hingga tidak layak untuk digenggam di depan TUHAN? Acap kali pertanyaan itu membuatku tenggelam ke dalam perasaan-perasaan tidak berharga yang susah payah aku kikis pasca perceraianku. Mana mungkin dia mengatakan itu, di saat banyak orang lain, tak hanya lelaki, yang dengan tegas menyatakan kekaguman dan pengharapannya atas hubungan kami. Atas segala yang aku kerjakan untuk dirinya, demi membuatnya nyaman dan tenang dalam hubungan kami. Apa yang salah? Apa karena mereka punya maksud tersembunyi sehingga mengatakan hal yang ingin aku dengar? Tapi bagaimana dengan para perempuan yang juga mengatakan hal yang sama?

Lalu aku tersentak, bukankah aku juga mempertanyakan hal yang sama? Saat aku melihat dua kekasih bercengkrama dan bercanda. Berjalan berduaan, duduk di bar bersama, saling pandang, saling kagum. Saat lelakinya memperkenalkan perempuannya dengan bangga, aku juga mengajukan doa yang sama. Andaikan aku memiliki kekasih seperti dia, betapa bahagianya. Mengapa aku tidak layak mendapatkan kekasih sebaik itu, pandangan kagum seperti itu. Cinta sedalam itu, apa salahku, apa dosaku? Mengapa aku tidak bisa mendapatkan apa yang dia dapatkan, sementara aku tahu, aku lebih baik bahkan lebih segalanya dari orang itu. Apa yang salah dengan diriku? Kenapa dia yang aku tahu bodoh, menuntut dan tidak tulus mencintai, bisa mendapatkan lelaki yang memujanya. Lalu aku tersentak lagi, hmm kemungkinan besar, perempuan itu dan lelakinya sedang sibuk mengatakan hal yang sama pada dirinya sendiri atau pun pada orang lain.

Pertanyaan demi pertanyaan tentang ketidaksempurnaan pasangan maupun hidup kita acap kali membawa kita pada pergumulan yang sebenarnya tidak perlu ada. Pertanyaan apakah kita tidak cukup baik untuk kehidupan yang dimiliki orang lain yang dalam pandangan kita indah dan luar biasa, hanya akan membawa kita terpuruk dan mempersalahkan diri bahkan TUHAN. Kita lupa melihat betapa TUHAN memiliki rencana besar dalam hidup kita, betapa TUHAN sedang membentuk kita dan menyiapkan kita untuk berkat besar yang akan datang.

Apa pun luka yang dilemparkan kekasih hatiku padaku, tiap kali aku renungan, semua itu bak suara TUHAN yang mengingatkanku atas kesombonganku, atas keyakinanku bahwa segalanya terjadi karena kekuatanku, keyakinan bahwa aku kuat dan mampu hadapi semua, hanya AKU. Bahkan saat kekasih hatiku menghajarku, memukul dan menghancurkan segala martabatku sebagai perempuan mandiri yang sampai di usianya yang ke-40 masih berdiri di dua kakinya sendiri dan melindungi dirinya dengan sekuat tenaga. Aku dihadapkan pada perasaan tidak berdaya akut, yang aku tidak pernah tahu bisa ada dalam diri kita. Aku tahu teori membela diri, aku tahu teori melawan dan mengalahkan, tapi saat tangan indah itu dia gunakan untuk menghantam wajahku, saat kaki yang aku puja bentuknya itu dia gunakan untuk menginjak dan menendang tubuhku, aku terpuruk, aku hanya bisa diam dan menyebut nama TUHAN, aku bahkan tidak mampu menangis. Saat itu aku sadar, betapa lemah aku ini, bukan di depan manusia tapi di depan TUHAN. Betapa selama ini aku salah sudah begitu sombong dan menepuk dada berkata aku mampu menghadapi dunia ini sendiri.
Aku salah..

TUHAN terus membentuk kita lewat orang-orang yang kita temui, lewat kejadian-kejadian yang kita alami, pertanyaannya hanya apakah kita meluangkan waktu untuk berdiam dan memikirkan semuanya. Menarik pembelajaran dari segala yang kita alami. Merenung dan menurunkan ego kita untuk benar-benar melihat, apa sebenarnya yang sedang TUHAN coba ajarkan dari peristiwa ini.  Bukan memikirkan rencana apa  yang sedang TUHAN jalankan, tidak perlu kita tahu itu, cukup percaya bahwa rencana DIA pasti indah. Namun kita perlu tahu dan belajar, apa yang sedang diajarkan TUHAN pada kita. Bagian mana dari sifat manusia kita yang perlu diubah. Bagian mana dari sisa kesombongan kita yang perlu dikikis. Hanya dengan pemahaman itu maka kita bisa melihat dan bersyukur atas segala yang kita alami dan kita miliki. Karena mereka adalah bagian dari rancangan besar TUHAN atas diri kita dan rancangan itu pasti indah..

Dan aku memandang kekasih hatiku dengan penuh kasih..


Sayangku, kau adalah anugerah yang indah. Dengan segala marahmu, segala cacimu, segala usahamu untuk menghancurkanku. TUHAN mengizinkanmu tinggal dalam hidupku untuk membentukku menjadi lebih baik, menyiapkanku untuk berkat besar di ujung pelangi. Seperti juga, DIA izinkan aku tetap ada dalam hidupmu untuk membentukmu, menyiapkanmu untuk berkat besar di ujung pelangi. Doaku adalah kau lah ujung pelangiku, dan aku lah ujung pelangimu..

1 komentar: