Selasa, 04 November 2014

HARI ITU

Jonah masuk ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Wajah tampan kekasih hatiku itu tampak bersinar dan bahagia. Tak berapa lama terdengar suara air dari dalam kamar mandi. Kekasihku mandi rupanya.

“Baby”
“Yes”
“Please fix me a tea.”
“Ok, Sayang.”

Dengan malas aku bangun dan mulai mengisi air ke dalam pot pemanas air listrik. Sambil menyiapkan mug yang biasa dia pakai untuk minum teh hangat di pagi hari, aku bergerak membersihkan lantai. Mengumpulkan sisa tisyu dan rambutku yang memang selalu rontok.

Dan mataku tertumbuk pada satu potongan plastik perak di lantai. Aku ambil dan aku balik.. Tuhan!! Ini potongan pembungkus kondom. Merek yang biasa dia gunakan untuk “bermain-main”. Hatiku tercekat. Kenapa ada potongan kondom baru di kamar? Aku tahu semalam dia pulang pagi dan tidak mengizinkanku menelepon untuk mengucapkan selamat malam. Hatiku berdebar, kepalaku berputar. Satu sisi berteriak agar aku menyelesaikan ini dengan garang. Ini dia, saatnya untuk benar-benar menyelesaikan semua tapi di sisi yang lain ada suara yang melembutkan hati, mengingatkanku akan komitmen baruku atas kehidupan.

“Baby,” panggilku.
“Yes?”
“Who used your room?”
“What?”
“Did someone use your room before?”
“What do you mean?”
“Did someone have sex in your room?”
“No! What make you say that?”
“Cause I found this piece of condom wrapper on the floor. Who used it here? You?”
“Baby, please. I don’t have sex with other woman. I don’t. Stop telling me that. Where did you find it? Under the bed?”
“No, on the floor.”
“I did not do anything. I don’t know how it got there. I don’t sleep with other woman. If I did,   I will not be  stupid to throw it on the floor, knowing that you are coming over,” kata Jonah     sambil keluar dari kamar mandi tanpa selembar kain pun.

Kekasihku ini selalu tampak indah. Badannya yang hitam pekat bak langit malam selalu berkilat. Tubuhnya yang tidak besar tapi juga tidak kurus, selalu menjadi pemandangan yang indah. Dan dia tahu benar itu.

“I don’t care if you sleep with other woman, but please do not do it here. This is my place.”
“But Baby..!”
“I don’t want to argue nor fight, just please, do not bring your toys into our room. I don’t care about other women out side. But please, don’t bring other woman here.”

Aku bergerak mematikan air panas dan menyiapkan mug untuk tehnya.

“Are you trying to pick a fight with me this morning?”
“No.”

Aku berusaha agar suaraku tetap datar tapi tegas. Dan bukan suara kesakitan atau marah.
“Ok, Baby, I understand.”

Aku memandang wajahnya dengan sedih dan berusaha keras untuk tetap tampak tenang.

“Sayang, do you want me to put half cold water to the mug, so that the tea will not be to hot? I   know you want to drink it right away.”
“Yes, please. Pour cold water, ya.”
“Ok, Sayang,” dan selesailah pertengkaran kami.

The TV showed the image of an Indonesian sex worker who got killed in HongKong recently.

“Indonesian sex workers are look alike all over the world,” kataku sambil lalu.
“What do you mean?”
“I mean look at her. She was a sex worker in Hong Kong and she looked exactly like your  Nur.”
“Nur? What? You really want us to fight?”
“No, I am just saying. She looked just like her. See?”
“So she did not resamble you?”
“No. Look at her. They are really look a like.”

Aku tahu aku punya tujuan menyebutkan nama itu lagi. Jonah tahu benar bagaimana perempuan itu menghubungiku dan menyatakan cintanya kepada Jonah. Dan aku saat itu dengan tenang meminta Nur untuk tidak menghubungi aku.

Benar, aku berhasil. Jonah terdiam.

Aku meneruskan kegiatanku membereskan tempat tidur.

“Baby, I think its better for you to change the sheets. It has stayed to long.”
“Oh ok,” aku kembali menarik seprei yang sudah setengah selesai aku bereskan.

Setelah selesai, Jonah duduk di tepi tempat tidur dan kami berbicara tentang lagu yang baru kami dengarkan. Jonah tampak lega karena aku tidak mengungkit kembali masalah sobekan kondom tadi. Dia tersenyum dan membentangkan tangan pertanda akan memelukku.

Dan aku memeluknya, kepalanya tersembunyi di dadaku. Bak ibu yang memeluk anaknya. Aku cium keningnya dan kubisikkan, “Baby, I love you.” Dan Jonah pun menjawab, “I love you too.”

Dilepaskannya wajahnya dari pelukanku sambil tersenyum, “Your smell will stay in my nose the whole day.”

“That is good, cause I can smell you any where, even when we have not meet for some days. Every time I pray, I can smell your parfume. Every time I ask GOD to call you, you will call in a matter of minute. So My Love, I will never leave. No matter what happen, I will be here for you, to love you.”

Jonah tersenyum dan kami pun bergegas menyiapkan diri untuk melanjutkan kegiatan kami hari itu.
Meski hatiku masih sangat sakit, tapi kini aku melihat Jonah bak anak kecil nakal. Makin keras aku menyudutkan kenakalannya, makin keras dia akan membuktikan kekuatannya. Aku belajar bahwa lebih baik bagiku untuk diam dan berdoa, lebih baik aku berkata tegas tapi tidak mengulang-ulang. Aku sudah sampaikan pesanku bahwa aku tidak mau dia melakukan itu di kamar kami.

Kenapa aku berkata demikian? Jonah adalah lelaki Afrika yang datang ke negara ini demi uang. Tidak ada dalam kamusnya penghargaan terhadap perempuan yang ada di sampingnya, bagi dia semua ditujukan untuk anak dan keluarganya di Afrika. Di sini, perempuan baginya hanya alat untuk mencapai tujuannya.

Fakta bahwa kami masih bersama selama 3 tahun ini juga hal baru baginya. Kami melalui banyak aral dan melintang tapi masih tetap bersama. Dia mengira hubungan kami hanya akan bertahan beberapa bulan saja.

Darinya aku banyak belajar tentang kesJonaharan, tentang penerimaan, tentang kepasrahan. Belajar tentang menghilangkan kesombongan dan perasaan bahwa aku lebih berharga dari ini. Padanya aku ajarkan tentang cinta yang tidak menuntut. Selama tiga tahun, aku hanya memberi dan memberi, tidak sekali pun menanyakan balasannya. Aku disebut bodoh dan dungu tapi dalam tiap hubungan yang aku baca di status teman-temanku atau pun di kisah mereka, aku melihat kebodohan yang sama meski dalam derajat berbeda. Maka itu bukanlah kebodohan, itu hanya cinta..

Apakah lelaki yang kita cintai itu pantas menerimanya? Bukan aku atau kalian yang bisa  menilainya, melainkan TUHAN. DIA akan melihat dan mencatat semua kasih sayang kita dan ketulusan kita, dan DIA yang akan menyentuh hati lelaki kita atau membawa kita ke hati yang lebih suci.


Saat ini yang aku lakukan hanya diam dan berdoa, aku curahkan waktu dan tenagaku untuk melayani TUHAN. Aku berhenti membela diri dan berhenti menepuk dada. Sekarang aku membiarkan TUHAN menuntun hidupku dan memberikan tameng pelindung ke tangan-NYA. Dan aku tahu TUHAN bekerja dalam hidupku dan dalam hidup Jonah.

3 komentar:

  1. Wohoooooo!!!!!!!!!!!!!! GO VLE ! GO VLE ! its a great first step. Nggak sabar membacanya dalam bentuk buku! AWAS KALO NGGAK !

    BalasHapus
  2. Kasih itu sabar kasih itu murah hati. 1kor 13.4
    Sabar 😊 He has made everything beautiful in it's time

    Sekarang pelayanan dmn?

    BalasHapus
  3. Itu simbol kok jadi tanda gitu... padahal pilihan icon smile... revise..keep smile

    BalasHapus