Jumat, 14 November 2014

Renungan hari ini

Hari ini hatiku dipenuhi dengan kasih dan karunia.

Sembari mengetik mengerjakan tugas terjemahan yang tenggatnya besok pagi, aku tak bisa berhenti menangis dan merangkup tangan berterima kasih pada TUHAN. Terasa benar kehadiran-NYA dalam hidupku beberapa tahun ini.

Meski secara duniawi kehidupanku memburuk..

Aku dibuang oleh keluarga inti maupun keluarga besarku. Tidak ada satu pun dari mereka yang mau berbicara dan bahkan peduli dengan kami sekeluarga, karena pilihan jalan hidup kami yang berseberangan dengan mereka. Aku hidup di negaraku sendiri tapi sejatinya aku sendirian. Aku hanya punya teman-teman yang datang silih berganti dan tanpa satu pun keluarga yang menemani. Persis sama seperti yang kita alami dan rasakan jika kita berada di negara orang.
Hari-hari besar kami lalui bertiga, tanpa siapa pun yang bisa dikunjungi atau pun berbagi bahagia. Hanya kami dan TUHAN, hanya kami dan kemandirian kami, hanya kami dan ketegaran kami.
Aku tidak memiliki pekerjaan yang tetap. Meski aku tengah melangkah maju dengan mendirikan perusahaanku sendiri. Berjuang untuk mendirikannya dan menyerahkannya pada TUHAN, namun secara duniawi, di usiaku yang ke-41 ini, aku tidak berada di zona yang seharusnya. Banyak teman yang sudah mencapai angka pendapatan tertentu, sudah berada di posisi nyaman tertentu, sudah melengkapi diri dengan perangkat indikator sukses duniawi tertentu.
Sedang aku? Aku masih di rumah kontrakan, masih merintis pendapatan, masih hidup dari satu pemasukan kecil ke pemasukan kecil yang lain, tidak bisa dengan pasti menujukkan ruang kantor atau pun ruang bekerja. Setiap hari berkelana dan berkelana.

Aku tidak memiliki suami. Ya, aku punya kekasih yang sudah menemaniku selama 3 tahun ini. Tapi kekasihku ini berulang kali menegaskan ketidakinginannya untuk menikahiku. Terus membombardirku dengan kalimat yang mengingatkanku pada masa-masaku menikah. Rasa tidak berharga, rasa bukan pilihan terbaik, rasa semua hanya karena terpaksa.. Rasa-rasa yang menghancurkan semua relung jiwa. Rasa yang aku putuskan untuk tinggalkan dan membuka lembaran yang baru.
Bagi duniaku, aku bukanlah perempuan panutan. Aku tidak memiliki keluarga yang utuh. Tidak tinggal di sebuah "rumah" yang dilengkapi dengan ayah, ibu dan anak. Tidak atau belum berpikir untuk hidup tenang dan mengabdi saja pada seorang pria. Sering kali ditanyakan apa yang aku cari sebenarnya, di saat semua indikator itu sudah aku miliki, aku malah melepaskannya. Memilih untuk hidup seolah aku masih muda. Ditanyakan apakah semua ini aku lakukan karena ketakutanku dan bahkan penolakanku atas masa tua ataukah hanya sekedar kebodohanku semata.

Tapi, air mataku sejak pagi tidak bisa berhenti. Dadaku terasa penuh dan hendak meledak. Penuh dengan rasa syukur dan terima kasih atas penyertaan TUHAN padaku yang tidak henti. TUHAN sudah begitu baik dan begitu kuat menopangku.

Meski keluarga meninggalkanku, DIA terus mengingatkan bahwa bukan mereka tonggak hidupku tapi DIA. Selama aku hidup di jalan-NYA, DIA akan terus kirimkan keluarga baru.Orang-orang yang datang dan pergi adalah utusan-NYA. Sebagian diutus untuk aku layani dan sebagian diutus untuk melayaniku. Karena fokusnya adalah TUHAN, maka sosok di depanku tidak lagi menjadi masalah. Tidak lagi timbul tangisku atau raguku apabila salah satu teman pergi dan datang teman baru lagi. Tidak lagi aku habiskan waktu bertanya apakah aku tidak cukup baik untuk menjadi teman, karena TUHAN tidak pernah pergi. Karena DIA menjadikanku teman-NYA, lewat kedatangan beragam orang yang membantuku bertumbuh, membantuku berkembang. Yang lewat kata dan tindakan, menunjukkan padaku kasih-NYA yang tiada banding.

Meski tidak ada pemasukan yang pasti, TUHAN nyatanya selalu mencukupi. DIA perpelan langkah hidupku agar aku punya lebih banyak waktu untuk beristirahat dan berpikir. Untuk mendengar dan merenung. Untuk punya waktu mendengar dan melayani mereka yang dikirimkan TUHAN padaku. TUHAN ingin aku mengatur kembali langkahku dan menjadikan DIA pusat dari segalanya.
Semula sulit sekali bagiku menyesuaikan diri dari putaran kehidupan yang cepat dan tiba-tiba aku punya banyak waktu luang untuk puasa, berdoa dan belajar. Tiba-tiba aku bisa bangun lebih siang, dan tidur lebih malam. Pertanyaannya untuk apakah kemewahan ini aku lakukan? Untuk kehidupan duniawi atau TUHAN.
Kini aku bisa lebih sering hadir di pelayanan, meluangkan lebih banyak waktu bersama orang-orang yang menginspirasiku akan TUHAN. Belajar, berpikir dan merenungkan hal-hal baik yang aku lihat di sekitarku.

TUHAN mengubahku
DIA sentuh aku dengan lembut
DIA ingatkan perlunya aku meluangkan waktu untukNYA
DIA peluk aku dalam cinta-NYA sembari mengingatkanku untuk kembali ke cinta sejatiku..
TUHAN YESUS-ku

Meski tidak sempurna standar, hubungan kami yang sudah kami jalin selama 3 tahun mengalami kemajuan pendewasaan luar biasa. Terutama dari sisiku. Lewat lelaki ini aku belajar tentang kesabaran dan penerimaan. Belajar tentang tidak memaksakan kehendak diri melainkan memasrahkan diri dan membiarkan kehendak TUHAN yang berlaku dalam hidup kami.

Percayalah, ini sangat sulit.

Membiarkan dan melepaskan hubungan dengan dunia atas pekerjaan, pertemanan, perkeluargaan dan benda lebih mudah dilakukan. Aku sudah bisa tenang dan melihat semua kejadian atasnya sebagai arahan TUHAN, sebagai cara TUHAN membelokanku ke arah yang seharusnya, saat langkahku sudah melenceng atau fokusku sudah keliru.

Tapi membiarkan TUHAN beracara dalam cinta kita, itu sangat sulit. Sulit mengatakan TUHAN biar kuasa-MU yang bekerja dalam hubungan kami di saat hati kita berteriak ingin bertahan. Sulit mengatakan TUHAN, KAU tahu apa yang terbaik bagi kami, saat hati kita begitu menginginkan sosok yang kita cintai ini. Sulit mendoakan saingan kita dengan kebaikan dan berkat, di saat hati ingin menyumpah dan mengutuk.

Karena itu aku kembali menangis atas anugerah TUHAN yang dibentukkan dari sosoknya. Dari hubungan inilah aku tahu bagaimana benar-benar melepaskan diri dari segala belenggu dan benar-benar memberi dalam nama TUHAN. Memberi yang tidak mengharapkan menerima, memberi hanya karena TUHAN sudah begitu banyak memberi. Menyerahkan segalanya ke tangan TUHAN dan mendoakan kebahagiaan serta kebaikan bagi perempuan yang selalu jadi sumber cemburuku. Berdiam dan bertahan pada sisi sabar di saat kekasih hati kita menggedor dan mendobrak, terus berkata lembut di saat usahanya untuk menyakiti makin kuat.

Semua karena TUHAN...
Karena tidak ada lagi yang penting dalam hidup ini selain memuaskan TUHAN
Karena tidak ada lagi yang sanggup menjadi penopangku selain TUHAN
Karena tidak ada lagi pengisi kekosongan selain ruh TUHAN

Kembali aku katubkan kedua tanganku dan menangis..
Oh TUHAN begitu besar setia-Mu padaku
KAU selalu hadir dalam hidupku
KAU selalu menopangku
KAU selalu melindungiku

Aku berpasrah, TUHAN
Hidupku hanya untuk-MU

1 komentar:

  1. Apapun pilihanmu, jadikan itu bahagia buatmu, Sista. It definetly your life, not others.Life isnt tied with a bow, but its still a gift (samuel mulia)

    BalasHapus